Friday 31 January 2014

servisitis

1.1 Pengertian
Servisitis ialah radang dari selaput lendir canalis cervicalis. Epitel selaput lendir cervicalis hanya terdiri dari satu lapisan sel silindris maka mudah terkena infeksi dibandingkan dengan selaput lendir vagina. Terjadinya cervisitis dipermudah oleh adanya robekan serviks.
a.       Infeksi non spesifik dari serviks
b.      Erosi ringan ( permukaan licin ), erosi kapiler ( permukaan kasar ), erosi folikuler ( kistik )
c.       Biasanya terjadi pada serviks bagian posterior
Infeksi ini terjadi pada sebagian besar wanita yang telah melahirkan, terdapat perlukaan ringan pada mulut rahim. Gejala infeksi ini adalah leukorea yang kadang sedikit atau banyak, dapat terjadi perdarahan (saat hubungan seks). Pengobatan terhadap infeksi ini dimulai dengan pemeriksaan setelah 42 hari persalinan atau sebelum hubungan seks dimulai. Penyembuhan servisitis menahun sangat penting karena dapat menghindari keganasan dan merupakan pintu masuk infeksi ke alat kelamin bagian atas.

1.2 Etiologi
Servisitis disebabkan oleh kuman-kuman seperti Trikomonas vaginalis, Kandida dan mikoplasma atau mikroorganisme aerob dan anaerob endogen vagina seperti Streptococcus, Enterococus, Entamoeba coli, dan Stapilococus. Kuman-kuman ini menyebabkan deskuamasi pada epitel gepeng dan perubahan inflamasi kronik dalam jaringan serviks yang mengalami trauma. Servisitis dapat juga disebabkan oleh robekan serviks terutama yang menyebabkan ectropion, alat kontrasepsi, tindakan intrauterine seperti dilatasi, dan lain-lain.

1.3 Patofisiologi
            Penyakit ini dijumpai pada sebagian besar wanita yang pernah melahirkan dengan luka-luka kecil atau besar pada cerviks karena partus atau abortus sehingga memudahkan masuknya kuman-kuman ke dalam endoserviks dan kelenjar-kelenjarnya, lalu menyebabkan infeksi menahun. Beberapa gambaran patologis yang dapat ditemukan:
a.       Serviks kelihatan normal pada pemeriksaan mikroskopik ditemukan infiltrasi endokopik dalam stroma endocerviks. Servisitis ini tidak menimbulkan gejala kecuali pengeluaran sekret yang agak putih kekuningan.
b.      Portio uteri sekitar ostium uteri eksternum tampak daerah kemerah-merahan yang tidak terpisah secara jelas, sekret yang keluar terdiri atas mukus bercampur nanah.
c.       Sobekan pada cerviks uteri lebih luas dan mucosa endocerviks lebih kelihatan dari luar (eksotropion). Mukosa dalam keadaan demikian mudah terkena infeksi dari vagina, karena radang menahun, serviks bisa menjadi hipertropis, mengeras, dan sekret bertambah banyak.

1.4 Klasifikasi
     1.  Servisitis Akut
Servisitis akut adalah infeksi yang diawali di endocerviks dan ditemukan pada gonorrhoe dan pada infeksi post abortus atau post partum yang disebabkan oleh Streptoccocus, Stapilococcus, dan lain-lain. Dalam hal ini, serviks memerah dan bengkak dengan mengeluarkan cairan mukopurulent.
Pengobatan dilakukan dalam rangka pengobatan infeksi tersebut. Penyakitnya dapat sembuh tanpa bekas atau menjadi servisitis kronis. Servicitis akut sering terjadi dan dicirikan dengan eritema, pembengkakan, dan ulserasi epitel fokal. Endocerviks lebih sering terserang dibandingkan ektocerviks. Servisitis akut biasanya merupakan infeksi yang ditularkan secara seksual, umumnya oleh Gonoccocus, Chlamydia trachomatis, Candida albicans, Trichomonas vaginalis, dan Herpes simpleks. Servisitis akut juga terjadi setelah melahirkan dan pembedahan. Secara klinis, terdapat secret vagina purulen dan rasa nyeri. Beratnya gejala tidak terkait erat dengan derajat peradangan.


2.  Servisitis Kronis
Servisitis kronis dijumpai pada wanita yang pernah melahirkan. Luka-luka kecil atau besar pada serviks karena partus abortus memudahkan masuknya kuman-kuman ke dalam endocerviks dan kelenjar-kelenjarnya, lalu menyebabkan infeksi menahun.
Pada proses penyembuhan, epitel tatah dari bagian vaginal portio uteri dengan tanda-tanda metaplasia mendesak epitel torak, tumbuh kedalam stroma dibawah epitel dan menutup saluran kelenjar-kelenjar, sehingga terjadi kista kecil berisi cairan yang kadang-kadang keruh. Limfosit, sel plasma, dan histiosit terdapat dalam jumlah sedang didalam serviks semua wanita. Oleh karena itu, servisitis kronis sulit ditentukan secara patologis, keberadaan kelainan serviks yang dapat dideteksi seperti granularitas dan penebalan seiring dengan meningkatnya jumlah sel radang kronis di dalam spesimen biopsy dianggap penting untuk memastikan diagnosis servisitis kronis.
Servisitis kronis paling sering terlihat pada ostium eksternal dan canalis endoserviks. Hal tersebut dapat terkait dengan stenosis fibrosa saluran kelenjar yang menyebabkan kista retensi (nabothian). Bila terdapat folikel limfoid pada pemeriksaan mikroskopik, istilah servisitis folikular terkadang digunakan. Secara klinis, servisitis kronis sering kali merupakan temuan kebetulan, namun servisitis tersebut dapat menimbulkan secret vaginal dan beberapa kasus fibrosis yang terdapat pada canalis endoserviks dapat menyebabkan stenosis yang menimbulkan inferilitas.

1.5 Gejala Klinis
a.       Keputihan hebat, biasanya kental dan berbau, sering menimbulkan erosi pada portio yang tampak seperti daerah merah menyala. Pada pemeriksaan inspekulo kadang-kadang dapat dilihat keputihan yang kental keluar dari kanalis servikalis. Kalau portio normal tidak ada ectropion (mukosa kanalis servikalis tampak dari luar) maka harus diingat kemungkinan gonorroe.
b.      Gejala-gejala non spesifik seperti nyeri punggung, dan gangguan kemih, perdarahan saat melakukan hubungan seks.

1.6  Faktor Resiko
Beberapa faktor yang mempengaruhi insiden kanker serviks yaitu:
1.      Usia
2.      Jumlah perkawinan
3.      Hygiene dan sirkumsisi
4.      Status sosial ekonomi
5.      Pola seksual
6.      Terpajan virus terutama virus HIV
7.      Merokok

1.7  Tanda dan Gejala
2.      Perdarahan
3.      Keputihan yang berbau
4.      Cepat lelah
5.      Kehilangan berat badan
6.      Anemia

1.8  Manifestasi Klinis
            Dari anamnesis didapatkan keluhan metroragi, keputihan warna putih atau puralen yang berbau dan tidak gatal, perdarahan pasca koitus, perdarahan spontan, dan bau busuk yang khas, dapat juga ditemukan keluhan cepat lelah, kehilangan berat badan, dan anemia. Pada pemeriksaan fisik, serviks dapat teraba membesar, ireguler, terraba lunak. Bila tumor tumbuh eksofitik maka terlihat lesi pada porsio atau sudah sampai vagina. Diagnosis harus dipastikan dengan pemeriksaan histologi dan jaringan yang diperoleh dari biopsi.



1.9 Prognosis
            Karsinoma serviks yang tidak dapat diobati atau tidak memberikan respons terhadap pengobatan 95% akan mengalami kematian dalam 2 tahun setelah timbul gejala. Pasien yang menjalani histerektomi dan memiliki rasio tinggi terjadinya rekurensi harus terus diawasi karena lewat deteksi dini dapat diobati dengan radioterapi. Setelah histerektomi radikal, terjadinya 80% rekurensi dalam 2 tahun.

1.10 Pemeriksaan Penunjang
1.      Sitologi
Sitologi dengan cara test pap smear merupakan penapisan untuk mendeteksi infeksi HPV dan prakanker serviks. Ketepatan diagnostik sitologinya 90% pada displasia keras (karsinoma in situ) dan 76% pada dysplasia ringan / sedang. Didapatkan hasil negatif palsu 5-50% sebagian besar disebabkan pengambilan sediaan yang tidak adekuat. Sedangkan hasil positif palsu sebesar 3-15%.

1.11 Pengobatan
            Luka yang terinfeksi seperti halnya luka bedah yang terinfeksi lainnya harus segera diatasi, salah satunya dengan terapi kombinasi antibiotik berspektrum luas. Rasa nyeri diringankan dengan penggunaan preparat analgesik yng efektif dan bila terjadi retensi urin pemasangan indwelling catheter harus dilakukan.


pelviksitis

1.1 Definisi
Pelviksitis atau penyakit   radang  panggul  adalah  infeksi  saluran  reproduksi  bagian  atas. Penyakit  tersebut  dapat mempengaruhi  endometrium (selaput  dalam  rahim), saluran  tuba, indung  telur,  miometrium (otot rahim), parametrium dan rongga panggul. Penyakit radang panggul merupakan komplikasi umum dari Penyakit Menular Seksual (PMS). Saat ini hampir 1 juta wanita mengalami penyakit radang panggul yang merupakan infeksi serius pada wanita berusia antara 16-25 tahun. Lebih buruk lagi, dari 4 wanita yang  menderita  penyakit  ini,  1  wanita  akan  mengalami  komplikasi  seperti  nyeri  perut  kronik, infertilitas (gangguan kesuburan), atau kehamilan abnormal.
Terdapat peningkatan jumlah penyakit ini dalam 2-3 dekade terakhir berkaitan dengan beberapa faktor, termasuk diantaranya adalah peningkatan jumlah PMS dan penggunaan kontrasepsi seperti IUD. 15% kasus penyakit ini terjadi setelah tindakan operasi seperti biopsi endometrium, kuret, histeroskopi, dan pemasangan IUD. 85% kasus terjadi secara spontan pada wanita usia reproduktif yang seksual aktif.

1.2 Penyebab
Penyakit radang panggul terjadi apabila terdapat infeksi pada saluran genital bagian bawah yang menyebar ke atas melalui leher rahim. Butuh waktu dalam hitungan hari atau minggu untuk seorang wanita menderita penyakit radang panggul. Bakteri penyebab tersering adalah N. Gonorrhoeae dan Chlamydia trachomatis yang menyebabkan peradangan dan kerusakan jaringan sehingga menyebabkan berbagai bakteri dari leher rahim maupun vagina menginfeksi daerah tersebut. Kedua bakteri ini adalah kuman penyebab PMS. Proses  menstruasi dapat memudahkan  terjadinya infeksi karena  hilangnya lapisan  endometrium  yang  menyebabkan  berkurangnya  pertahanan  dari  rahim,  serta  menyediakan medium yang baik untuk pertumbuhan bakteri (darah menstruasi).



1.3 Faktor Resiko
Wanita yang aktif secara seksual di bawah usia 25 tahun beresiko tinggi untuk mendapat penyakit radang panggul. Hal ini disebabkan wanita muda berkecenderungan untuk berganti-ganti pasangan seksual dan melakukan hubungan seksual tidak aman dibandingkan wanita berumur. Faktor lainnya yang berkaitan dengan usia adalah lendir servikal (leher rahim). Lendir servikal yang tebal dapat melindungi  masuknya  bakteri  melalui  serviks  (seperti  gonorea),  namun  wanita  muda  dan  remaja cenderung memiliki lendir yang tipis sehingga tidak dapat memproteksi masuknya bakteri. Faktor resiko lainnya adalah:
1. Riwayat penyakit radang panggul sebelumnya
2. Pasangan seksual berganti-ganti, atau lebih dari 2 pasangan dalam waktu 30 hari
3. Wanita dengan infeksi oleh kuman penyebab PMS
4. Menggunakan douche (cairan pembersih vagina) beberapa kali dalam sebulan
5. Penggunaan IUD meningkatkan resiko penyakit radang panggul. Resiko tertinggi adalah saat pemasangan IUD dan 3 minggu setelah pemasangan terutama apabila sudah terdapat infeksi dalam saluran reproduksi sebelumnya

1.4 Tanda dan Gejala
Gejala paling sering dialami adalah nyeri pada perut dan panggul. Nyeri ini umumnya nyeri tumpul dan terus-menerus, terjadi beberapa hari setelah menstruasi  terakhir,  dan  diperparah  dengan  gerakan, aktivitas, atau sanggama. Nyeri karena radang panggul biasanya kurang dari 7 hari. Beberapa wanita dengan penyakit ini terkadang tidak mengalami gejala sama sekali. Keluhan lain adalah mual, nyeri berkemih, perdarahan atau bercak pada vagina, demam, nyeri saat sanggama, dan menggigil.

1.5 Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan darah dilakukan untuk melihat kenaikan dari sel darah putih yang menandakan terjadinya infeksi. Kultur untuk GO dan Chlamydia digunakan untuk mengkonfirmasi diagnosis. Ultrasonografi atau USG dapat digunakan baik USG abdomen (perut) atau USG vagina, untuk mengevaluasi saluran tuba dan alat reproduksi lainnya. Biopsi endometrium dapat dipakai untuk melihat adanya infeksi. Laparaskopi adalah prosedur pemasukan alat dengan lampu dan kamera melalui insisi (potongan) kecil di perut untuk melihat secara langsung organ di dalam panggul apabila terdapat kelainan.

1.6 Terapi
Tujuan utama terapi penyakit ini adalah mencegah kerusakan saluran tuba yang dapat mengakibatkan infertilitas (tidak subur) dan kehamilan ektopik, serta pencegahan dari infeksi kronik. Pengobatan dengan antibiotik, baik disuntik maupun diminum, sesuai dengan bakteri penyebab adalah pilihan utama. Kontrol setelah pengobatan sebanyak 2-3 kali diperlukan untuk melihat hasil dan perkembangan dari pengobatan. Pasangan  seksual  juga  harus  diobati. Wanita  dengan  penyakit  radang  panggul  mungkin  memiliki pasangan  yang  menderita  gonorea  atau  infeksi  chlamydia  yang  dapat  menyebabkan  penyakit  ini.
Seseorang  dapat  menderita  penyakit  menular  seksual  meskipun  tidak  memiliki  gejala.  Untuk mengurangi  resiko  terkena  penyakit  radang  panggul  kembali,  maka  pasangan  seksual  sebaiknya diperiksa dan diobati apabila memiliki PMS.

1.7 Komplikasi
Penyakit radang panggul dapat menyebabkan berbagai kelainan di dalam kandungan seperti nyeri berkepanjangan,  infertilitas  dan  kehamilan  abnormal. Penyakit  ini  dapat  menyebabkan  parut  pada rahim dan saluran tuba. Parut ini mengakibatkan kerusakan dan menghalangi saluran tuba sehingga menyebabkan infertilitas. Parut juga dapat menyebabkan sel telur tidak dapat melalui jalan normalnya ke rahim sehingga dapat terjadi kehamilan ektopik.




1.8 Pencegahan

Cara terbaik untuk menghindari penyakit radang panggul adalah melindungi diri dari penyakit menular seksual. Penggunaan kontrasepsi seperti kondom dapat mengurangi kejadian penyakit radang panggul. Apabila mengalami infeksi saluran genital bagian bawah maka sebaiknya segera diobati karena dapat menyebar hingga ke saluran reproduksi bagian atas. Terapi untuk pasangan seksual sangat dianjurkan untuk mencegah berulangnya infeksi.

distosia bahu

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1.  Latar Belakang
Persalinan merupakan proses fisiologis yang akan dialami oleh setiap wanita. Persalinan dapat dibagi dalam 4 tingkat yaitu: kala I dimulai dari kontraksi uterus yang teratur dan berakhir pada pembukaan lengkap serviks, kala II dimulai dari pembukaan lengkap serviks sampai dengan bayi lahir, kala III mulai dari bayi lahir sampai keluarnya plasenta, dan kala IV mulai dari plasenta lahir sampai dua jam post partum.
Persalinan merupakan hal yang fisiologis tetapi tidak semua persalinan berlangsung dengan normal, terkadang terjadi berbagai penyulit dalam persalinan, salah satunya distosia bahu. Kasus distosia bahu amat bervariasi tergantung kriteria diagnosis yang digunakan. Di samping banyak studi untuk mengidentifikasi faktor predisposisi distosia bahu, lebih dari 50% kasus terjadi tanpa adanya faktor resiko. Distosia bahu dapat menjadi salah satu dari keadaan darurat yang paling menakutkan di kamar bersalin. Walaupun banyak faktor telah dihubungkan dengan distosia bahu, kebanyakan kasus terjadi dengan tidak ada peringatan. Kasus ini diangkat sebagai salah satu kejadian distosia bahu yang tidak diperkirakan sebelumnya dan bagaimana penanganan yang dilakukan dalam mengatasi masalah tersebut baik dalam hal manuver yang dipilih dalam mengatasinya dan tindakan-tindakan yang dilakukan setelah bayi lahir. Semoga dengan dibawakannya kasus ini dapat menjadi pelajaran bagi kita akan kasus tersebut.

1.2.  Tujuan Penulisan
1.      Untuk mengetahui pengertian distosia bahu
2.      Untuk mengetahui penyebab distosia bahu
3.      Untuk mengetahui diagnosis distosia bahu
4.      Untuk mengetahui prognosis distosia bahu
5.      Untuk mengetahui komplikasi distosia bahu
6.      Untuk mengetahui faktor resiko dan pencegahan distosia bahu
7.      Untuk mengetahui penatalaksanaan distosia bahu



BAB 2
PEMBAHASAN

2.1.  Pengertian Distosia Bahu
Distosia bahu adalah suatu keadaan diperlukan tambahan manuver obstetrik oleh karena dengan tarikan biasa ke arah belakang pada kepala bayi tidak berhasil untuk melahirkan bayi. Pada persalinan dengan presentasi kepala, setelah kepala lahir bahu tidak dapat dilahirkan dengan cara pertolongan biasa dan tidak didapatkan sebab lain dari kesulitan tersebut. Insidensi distosia bahu sebesar 0,2 – 0,3% dari seluruh persalinan vaginal presentasi kepala. Apabila distosia bahu didefinisikan sebagai jarak waktu antara lahirnya kepala dengn lahirnya badan bayi lebih dari 60 detik, maka insidensinya menjadi 11%.
Pada mekanisme persalinan normal, ketika kepala dilahirkan, maka bahu memasuki panggul dalam posisi obliq. Bahu posterior memasuki panggul lebih dahulu sebelum bahu anterior. Ketika kepala melakukan putaran paksi luar, bahu posterior berada di cekungan tulang sakrum atau di sekitar spina iskhiadika, dan memberikan ruang yang cukup bagi bahu anterior untuk memasuki panggul melalui belakang tulang pubis atau berotasi dari foramen obturator. Apabila bahu berada dalam posisi antero posterior ketika hendak memasuki pintu atas panggul, maka bahu posterior dapat tertahan promontorium dan bahu anterior tertahan tulang pubis. Dalam keadaan demikian, kepala yang sudah dilahirkan tidak dapat melakukan putar paksi luar, dan tertahan akibat adanya tarikan yang terjadi antara bahu posterior dengan kepala (disebut dengan turtle sign).
Distosia ialah kesulitan dalam jalannya persalinan atau dapat didefenisikan distosia ialah persalinan abnormal yang timbul akibat berbagai kondisi yang berhubungan dengan lima faktor persalinan, yaitu :
1.      Persalinan disfungsional akibat kontraksi uterus yang efektif atau akibat upaya mengedan ibu (kekuatan power)
2.      Perubahan struktur pelvis (jalan lahir / passage)
3.      Sebab-sebab pada janin, meliputi kelainan presentasi atau kelainan posisi, bayi besar dan jumlah bayi (penumpang/passenger)
4.      Posisi ibu selama persalinan dan melahirkan
5.      Respons psikologi ibu terhadap persalinan yang berhubungan dengan pengalaman, budaya dan warisannya sistem pendukung

2.2.  Penyebab Distosia Bahu
Faktor-faktor penyebab dari distosia bahu bermacam-macam antara lain kehamilan posterm, paritas wanita hamil dengan diabetes melitus dan hubungan antara ibu hamil yang makannya banyak bertambah besarnya janin masih diragukan.
Adapun penyebab lain dari distosia bahu, yaitu :
1.      Kehamilan posterm
2.      Wanita-wanita yang habitus indolen
3.      Anak-anak berikutnya selalu lebih besar dari anak terdahulu
4.      Orang tua yang besar
5.      Eritroblastosis
6.      Diabeter Melitus

2.3.  Diagnosis Distosia Bahu
Distosia bahu dapat dikenali karena adanya :
1.      Kepala bayi sudah lahir, tetapi bahu tertahan dan tidak dapat dilahirkan.
2.       bayi sudah lahir, tetapi tetap menekan vulva dengan kencang.
3.       Dagu tertarik dan menekan perineum.
4.       Traksi pada kepala tidak berhasil melahirkan bahu yang tetap tertahan kranial simphsis pubis.
Begitu distosia bahu dikenali, maka prosedur tindakan untuk menolongnya harus segera dilakukan.


2.4.  Prognosis Distosia Bahu
Pada panggul normal janin dengan berat badan kurang dari 4500 gram pada umumnya tidak menimbulkan kesukaran persalinan. Kesukaran dapat terjadi karena kepala yang besar atau kepala yang lebih keras (pada post maturitas) tidak dapat memasuki pintu atas panggul atau karena bahu yang lebar sulit melalui rongga panggul. Bahu yang lebar selain dijumpai pada janin besar juga dijumpai pada ansefalus. Apabila kepala anak sudah lahir tetapi kelahiran bagian-bagian lain macet karena lebarnya bahu, janin dapat meninggal akibat asfiksia. Menarik kepala kebawah terlalu kuat dalam pertolongan melahirkan bahu yang sulit dapat berakibat perlukaan pada nervus brokhialis & muskulus sternokleidomastoidelis.

2.5.  Komplikasi Distosia Bahu
Komplikasi distosia bahu pada janin adalah fruktur tulang (klavikula dan humerus) cidera pleksus brakhialis dan hipoksia yang dapat menyebabkan kerusakan permanen di otak. Dislokasi tulang servikalis yang fatal juga dapat terjadi akibat melakukan tarikan dan putaran pada kepala dan leher. Fraktur tulang pada umumnya dapat sembuh sempurna tanpa sekuele, apabila didiagnosis dan terapi dengan memadai. Cedera pleksus brakhialis dapat membaik dengan berjalannya waktu, tetapi sekuele dapat terjadi pada 50% kasus – kasus. Pada ibu, komplikasi yang dapat terjadi adalah perdarahan akibat laserasi jalan lahir, episiotomi, ataupun atonia uteri.

2.6.  Faktor Resiko dan Pencegahan Distosia Bahu
Belum ada cara untuk memastikan akan terjadinya distosia bahu pada suatu persalinan. Meskipun sebagian besar distosia bahu dapat ditolong tanpa morbiditas, tetapi apabila terjadi komplikasi dapta menimbulkan kekecewaan dan adanya potensi tuntutan terhadap penolong persalinan. Untuk mengurangi resiko morbiditas pada bayi dan mencegah terjadinya tututan, penolong persalinan perlu mengidentifikasi faktor resiko terjadinya distosia bahu dan mengkomunikasikan akibat yang dapat terjadi pada ibu serta keluarganya.
Bayi cukup bulan pada umumnya memilki ukuran bahu yang lebih lebar dari kepalanya, sehigga mempunyai resiko terjadi distosia bahu. Resiko akan meningkat dengan bertabahnya perbedaan antara ukuran badan dan bahu denganukuran kepalanya. Pada bayi makrosomia, perbedaan ukuran tersebut lebih besar dibanding bayi tanpa makrosomia, sehingga bayi makrosomia lebih beresiko. Dengan demikian, kewaspadaan terjadinya distosia bahu diperlukan pada setiap pertolongan persalinan dan semakin penting bila terdapat faktor-faktor yang meningkatkan resiko makrosomia. Adanya DOPE (diabetes obesity, prolonged prenagnancy, excessive fetal size or maternal weight gain) akan meningkatkan resiko kejadian. Keadaan intrapartu yang banyak dilaporkan berhubungan dengan kejadian distosia bahu adalah kala 1 lama, partus macet, stimulasi oksitosin, dan persalinan pervaginam degan tindakan. Meskipun demikian, peru disadari bahwa sebagian besar kasus distosia bahu tidak dapat diprediksi dengan tepat sebelumnya. Upaya pencegahan distosia bahu dan cedera yang dapat ditimbulkannya dapat dilakuka dengan cara:
1.      Tawarkan untuk dilakukan bedah sesar pada persalinan vagnal beresiko tinggi: janin luar biasa besar (> 5 kg), janin sangat besar (> 4,5 kg) dengan ibu diabetes, janin besar (> 4kg) dengan riwayat distosi bahu pada persalinan sebelumnya, kala II yang memanjang dengan janin besar.
2.      Identifikasi dan obati diabetes pada ibu.
3.      Selalu siap bila sewaktu- waktu terjadi.
4.      Kenali adanya distosia seawal mungkin. Upaya mengejan, menekan suprapubis atau fundus, dan traksi berpotensi meningkatkan resiko cidera pada janin.
5.      Perhatikan waktu dan segera minta pertolongan begitu distosia bahu diketahui. Bantuan diperlukan untuk membuat posisi McRoberts, pertolongan persalian, resutisasi bayi dan tindakan anastesia (bila perlu).


2.7.  Penatalaksanaan Distosia Bahu
Diperlukan seorang asisten untuk membantu, bersegeralah minta bantuan. Jangan melakukan tarikan atau dorongan sebelum memastikan bahwa bahu posterior sudah masuk ke panggul. Bahu posterior yang belum melewati pintu atas panggul akan semakin sulit dilahirkan bila dilakukan tarikan pada kepala. Untuk mengendorkan ketegangan yang menyulitkan bahu posterior masuk panggul tersebut, dapat dilakukan episiotomi yang luas, posisi McRobert, atau posisi dada-lutut. Dorongan pada fundus juga tidak diperkenankan karena semakin menyulitkan bahu untuk dilahirkan dan beresiko menimbulkan ruptura uteri. Disamping perlunya asisten dan pemahaman yag baik tentang mekanisme persalinan, keberhasilan pertolongan persalinan dengan distosia bahu juga ditentukan oleh waktu. Setelah kepala lahir akan terjadi penurunan pH arteria umbilikalis dengan laju 0,004 unit/menit. Dengan demikian, pada bayi yang sebelumnya tidak mengalami hipoksia tersdia waktu antara 4 - 5 menit untuk melakukan manuver melahirkan bahu sebelum terjadi cedera hipoksik pada otak.
Secara sistematis tindakan pertolongan distosia bahu adalah sebagai berikut.

1.      Hentikan traksi pada kepala, segera memanggil bantuan
2.      Manuver McRobert (posisi McRobert, episiotomi bila perlu, tekanan suprapubik, tarikan kepala)
3.      Manuver Rubin (posisi tetap McRobert, rotasikan bahu, tekanan suprapubik, tarikan kepala)
4.      Manuver Wood

Langkah pertama : Manuver McRobert
Manuver McRobert dimulai dengan memposisikan ibu dalam posisi McRobert, yaitu ibu terlentang, memfleksikan kedua paha sehingga lutut menjadi sekedar mungkin kedada dan rotasikan kedua kaki ke arah luar (abduksi). Lakukan episiotmi yang cukup lebar. Gabungan episiotomi dan posisi McRobert akan mempermudah bahu posterior melewati promontorium dan masuk kedalam panggul. Mintalah asisten menekan suprasimfisis kearah posterior menggunakan pangkal tangannya untuk menekan bahu anterioragar mau masuk dibawah simfisis. Sementara itu lakukan tarikan pada kepala janin kearah posterokaudal dengan mantap.
Langkah tersebut akan melahirkan bahu anterior. Hindari tarikan yang berlebihan karena akan mencederai pleksus brakhialis. Setelah bahu anterior dilahirkan, langkah selanjutnya sama dengan pertolongan persalinan presentasi kepala. Manuver ini cukup sederhana, aman, dan dapa mengatasi sebagian besar distosia bahu derajat ringan sampai sedang.

Langkah kedua : Manuver Rubin
Oleh karena diameter anteroposterior pintu atas panggul lebih sempit daripada diameter oblik atau tranversanya, maka apabila bahu dalam anteroposterior perlu diubah menjadi posisi oblik atau tranversa untuk memudahkan melahirkannya. Tidak boleh melakukan putaran pada kepla atau leher bayi untuk mengubah posisibahu. Yang dapat dilakukan adalah memutar bahu secara langsung atau melakukan tekanan suprapubik kearah dorsal. Pada umumnya sulit menjangkau bahu anterior, sehingga pemutaran bahu lebih mudah dilakukan pada bahu posteriornya. Masih dalam posisi McRobert, masukkan tangan pada bagian posterior vagina, tekanlah daerah ketiak bayi sehingga bahu berpuar menjadi posisi oblik atau transversa. Lebih mnguntungkan bila pemutaran itu kearah yang membuat punggug bayi mengahada ke arah anterior (manuver Rubin anterior) oleh karena kekuatan tarikan yang diperlukan untuk melahirkannya lebih rendah dibandingkan dengan posisi bahu anteroposterior atau punggung bayi menghadap kearah posterior. Ketika dilakukan penekanan suprapubik pada posisi punggung janin anterior akan membuat bahu lebih abduksi, sehingga diameternya mengecil. Dengan bantuan tekanan suprasimfisis kearah posterior, lakukan tarikan kepala kearah posterokaudal dengan mantap untuk melahirkan bahu anterior.

Langkah ketiga : Melahirkan bahu posterior, posisi merangkak atau manuver Wood
Melahirkan bahu posterior dilakukan pertama kali dengan mengidentifikasi dulu posisi punggung bayi. Masukkan tangan enolong yang berseberangan dengan punggung bayi (punggung kanan berarti tangan kanan, punggung kiri berarti tangan kiri) ke arah vagina. Temukan bahu posterior, telusuri lengan atas dan buatlah sendi siku menjadi fleksi (bisa dilakukan dengan menekan fossa kubiti). Peganglah lengan bawah buatlah gerakan mengusap dada bayi. Langkah ni akan membuat bahu posterior lahir dan memberikan ruang cukup bagi bahu anterior masuk kebawah simfisis. Dengan bantuan tekanan suprasimfisis ke arah posterior, lakukan tarikan kepala kearah posterokaudah dengan mantap untuk melahirkan bahu anterior.
Manfaat posisi merangkak didasarkan asumsi fleksibilitas sendi sakroiliaka bisa meningkat diameter segital pintu atas panggul sebesar 1 – 2 cm dan pengaruh gravitasi akan membantu bahu posterior melewati promontorium. Pada posisi terlentang atau liototomi, sendi sakroiliaka menjadi terbatas morbilitasnya. Pasien menopang tubuhnya dengan kedua tangan dan kedua lututnya. Pada manuver ini bahu posterior dilahirkan terleih dahulu dengan melakukan tarikan kepala.
Bahu melalui panggul ternyata tidak dalam gerak lurus, tetapi berputar seperti uliran sekrup. Berdasarkan hal itu, memutar bahu akan mempermudah melahirkannya. Manuver Wood dilakukan dengan menggunakan dua jari dari tangan yang berseberangan dengan punggung bayi (punggung kanan berarti tangan kanan, punggung kiri berarti tangan kiri) yang diletakkan dibagian depan bahu posterior. Bahu posterior dirotasi 180 derajat. Dengan demikian, bahu posterior menjadi bahu anterior dan posisinya berada dibawah arkus pubis, sedangkan bahu anterior memasuki pintu atas panggul dan berubah menjadi bahu posterior. Dalam posisi seperti itu, bahu anterior akan dengan mudah dapat dilahirkan.
Setelah melakukan prosedur pertolongan distosia bahu, tindakan selanjutnya adalah melakukan proses dekontaminasi dan pencegahan infeksi pascatindakan serta perawatan pasca tindakan. Perawatan pascatindakan termasuk menuliskan laporan dilembar catatan medik dan memberikan konseling pascatindakan.



BAB 3
PENUTUP
3.1.   Kesimpulan
Distosia bahu terutama disebabkan oleh deformitas panggul, kegagalan bahu untuk “melipat” ke dalam panggul (misal pada makrosomia) disebabkan oleh fase aktif dan persalinan kala 2 yang pendek pada multipara sehingga kepala yang terlalu cepat menyebabkan bahu tidak melipat pada saat melalui jalan lahir atau kepala telah melalui pintu tengah panggul setelah mengalami pemanjangan kala 2 sebelum bahu berhasil melipat masuk ke dalam panggul.

3.2.   Saran

Setiap ibu agar memeriksakan dirinya secara rutin pada waktu kehamilan agar dapat mengetahu adanya komplikasi pada ibu dan janinnya. Petugas kesehatan harus dengan cepat dalam menangani kasus distosia bahu agar tidak terjadi komplikasi pada ibu dan bayi.