BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar
Belakang
Persalinan merupakan proses fisiologis yang akan dialami oleh setiap
wanita. Persalinan dapat dibagi dalam 4 tingkat yaitu: kala I dimulai dari
kontraksi uterus yang teratur dan berakhir pada pembukaan lengkap serviks, kala
II dimulai dari pembukaan lengkap serviks sampai dengan bayi lahir, kala III
mulai dari bayi lahir sampai keluarnya plasenta, dan kala IV mulai dari
plasenta lahir sampai dua jam post partum.
Persalinan merupakan hal yang fisiologis tetapi tidak semua persalinan
berlangsung dengan normal, terkadang terjadi berbagai penyulit dalam
persalinan, salah satunya distosia bahu. Kasus distosia bahu amat bervariasi
tergantung kriteria diagnosis yang digunakan. Di samping banyak studi untuk
mengidentifikasi faktor predisposisi distosia bahu, lebih dari 50% kasus
terjadi tanpa adanya faktor resiko. Distosia bahu dapat menjadi salah satu dari
keadaan darurat yang paling menakutkan di kamar bersalin. Walaupun banyak
faktor telah dihubungkan dengan distosia bahu, kebanyakan kasus terjadi dengan
tidak ada peringatan. Kasus ini diangkat sebagai salah satu kejadian distosia
bahu yang tidak diperkirakan sebelumnya dan bagaimana penanganan yang dilakukan
dalam mengatasi masalah tersebut baik dalam hal manuver yang dipilih dalam
mengatasinya dan tindakan-tindakan yang dilakukan setelah bayi lahir. Semoga
dengan dibawakannya kasus ini dapat menjadi pelajaran bagi kita akan kasus
tersebut.
1.2. Tujuan
Penulisan
1. Untuk
mengetahui pengertian distosia bahu
2. Untuk
mengetahui penyebab distosia bahu
3. Untuk
mengetahui diagnosis distosia bahu
4. Untuk
mengetahui prognosis distosia bahu
5. Untuk
mengetahui komplikasi distosia bahu
6. Untuk
mengetahui faktor resiko dan pencegahan distosia bahu
7. Untuk
mengetahui penatalaksanaan distosia bahu
BAB
2
PEMBAHASAN
2.1. Pengertian
Distosia Bahu
Distosia
bahu adalah suatu keadaan diperlukan tambahan manuver obstetrik oleh karena
dengan tarikan biasa ke arah belakang pada kepala bayi tidak berhasil untuk
melahirkan bayi. Pada persalinan dengan presentasi kepala, setelah kepala lahir
bahu tidak dapat dilahirkan dengan cara pertolongan biasa dan tidak didapatkan
sebab lain dari kesulitan tersebut. Insidensi distosia bahu sebesar 0,2 – 0,3%
dari seluruh persalinan vaginal presentasi kepala. Apabila distosia bahu didefinisikan
sebagai jarak waktu antara lahirnya kepala dengn lahirnya badan bayi lebih dari
60 detik, maka insidensinya menjadi 11%.
Pada
mekanisme persalinan normal, ketika kepala dilahirkan, maka bahu memasuki
panggul dalam posisi obliq. Bahu posterior memasuki panggul lebih dahulu
sebelum bahu anterior. Ketika kepala melakukan putaran paksi luar, bahu
posterior berada di cekungan tulang sakrum atau di sekitar spina iskhiadika,
dan memberikan ruang yang cukup bagi bahu anterior untuk memasuki panggul melalui
belakang tulang pubis atau berotasi dari foramen obturator. Apabila bahu berada
dalam posisi antero posterior ketika hendak memasuki pintu atas panggul, maka
bahu posterior dapat tertahan promontorium dan bahu anterior tertahan tulang
pubis. Dalam keadaan demikian, kepala yang sudah dilahirkan tidak dapat
melakukan putar paksi luar, dan tertahan akibat adanya tarikan yang terjadi
antara bahu posterior dengan kepala (disebut dengan turtle sign).
Distosia
ialah kesulitan dalam jalannya persalinan atau dapat didefenisikan distosia
ialah persalinan abnormal yang timbul akibat berbagai kondisi yang berhubungan
dengan lima faktor persalinan, yaitu :
1. Persalinan
disfungsional akibat kontraksi uterus yang efektif atau akibat upaya mengedan
ibu (kekuatan power)
2. Perubahan
struktur pelvis (jalan lahir / passage)
3. Sebab-sebab
pada janin, meliputi kelainan presentasi atau kelainan posisi, bayi besar dan
jumlah bayi (penumpang/passenger)
4. Posisi
ibu selama persalinan dan melahirkan
5. Respons
psikologi ibu terhadap persalinan yang berhubungan dengan pengalaman, budaya
dan warisannya sistem pendukung
2.2. Penyebab
Distosia Bahu
Faktor-faktor penyebab
dari distosia bahu bermacam-macam antara lain kehamilan posterm, paritas wanita
hamil dengan diabetes melitus dan hubungan antara ibu hamil yang makannya
banyak bertambah besarnya janin masih diragukan.
Adapun penyebab lain
dari distosia bahu, yaitu :
1.
Kehamilan posterm
2.
Wanita-wanita yang habitus indolen
3.
Anak-anak berikutnya selalu lebih besar dari anak terdahulu
4.
Orang tua yang besar
5.
Eritroblastosis
6.
Diabeter Melitus
2.3. Diagnosis
Distosia Bahu
Distosia bahu dapat dikenali karena
adanya :
1. Kepala
bayi sudah lahir, tetapi bahu tertahan dan tidak dapat dilahirkan.
2. bayi sudah lahir, tetapi tetap menekan vulva
dengan kencang.
3. Dagu tertarik dan menekan perineum.
4. Traksi pada kepala tidak berhasil melahirkan
bahu yang tetap tertahan kranial simphsis pubis.
Begitu distosia bahu dikenali, maka prosedur
tindakan untuk menolongnya harus segera dilakukan.
2.4. Prognosis
Distosia Bahu
Pada panggul normal
janin dengan berat badan kurang dari 4500 gram pada umumnya tidak menimbulkan
kesukaran persalinan. Kesukaran dapat terjadi karena kepala yang besar atau
kepala yang lebih keras (pada post maturitas) tidak dapat memasuki pintu atas
panggul atau karena bahu yang lebar sulit melalui rongga panggul. Bahu yang
lebar selain dijumpai pada janin besar juga dijumpai pada ansefalus. Apabila
kepala anak sudah lahir tetapi kelahiran bagian-bagian lain macet karena
lebarnya bahu, janin dapat meninggal akibat asfiksia. Menarik kepala kebawah
terlalu kuat dalam pertolongan melahirkan bahu yang sulit dapat berakibat
perlukaan pada nervus brokhialis & muskulus sternokleidomastoidelis.
2.5. Komplikasi
Distosia Bahu
Komplikasi distosia
bahu pada janin adalah fruktur tulang (klavikula dan humerus) cidera pleksus
brakhialis dan hipoksia yang dapat menyebabkan kerusakan permanen di otak.
Dislokasi tulang servikalis yang fatal juga dapat terjadi akibat melakukan
tarikan dan putaran pada kepala dan leher. Fraktur tulang pada umumnya dapat
sembuh sempurna tanpa sekuele, apabila didiagnosis dan terapi dengan memadai.
Cedera pleksus brakhialis dapat membaik dengan berjalannya waktu, tetapi
sekuele dapat terjadi pada 50% kasus – kasus. Pada ibu, komplikasi yang dapat
terjadi adalah perdarahan akibat laserasi jalan lahir, episiotomi, ataupun
atonia uteri.
2.6. Faktor
Resiko dan Pencegahan Distosia Bahu
Belum ada cara untuk
memastikan akan terjadinya distosia bahu pada suatu persalinan. Meskipun
sebagian besar distosia bahu dapat ditolong tanpa morbiditas, tetapi apabila
terjadi komplikasi dapta menimbulkan kekecewaan dan adanya potensi tuntutan
terhadap penolong persalinan. Untuk mengurangi resiko morbiditas pada bayi dan
mencegah terjadinya tututan, penolong persalinan perlu mengidentifikasi faktor
resiko terjadinya distosia bahu dan mengkomunikasikan akibat yang dapat terjadi
pada ibu serta keluarganya.
Bayi cukup bulan pada
umumnya memilki ukuran bahu yang lebih lebar dari kepalanya, sehigga mempunyai
resiko terjadi distosia bahu. Resiko akan meningkat dengan bertabahnya
perbedaan antara ukuran badan dan bahu denganukuran kepalanya. Pada bayi
makrosomia, perbedaan ukuran tersebut lebih besar dibanding bayi tanpa
makrosomia, sehingga bayi makrosomia lebih beresiko. Dengan demikian,
kewaspadaan terjadinya distosia bahu diperlukan pada setiap pertolongan
persalinan dan semakin penting bila terdapat faktor-faktor yang meningkatkan
resiko makrosomia. Adanya DOPE (diabetes obesity, prolonged prenagnancy,
excessive fetal size or maternal weight gain) akan meningkatkan resiko
kejadian. Keadaan intrapartu yang banyak dilaporkan berhubungan dengan kejadian
distosia bahu adalah kala 1 lama, partus macet, stimulasi oksitosin, dan
persalinan pervaginam degan tindakan. Meskipun demikian, peru disadari bahwa
sebagian besar kasus distosia bahu tidak dapat diprediksi dengan tepat
sebelumnya. Upaya pencegahan distosia bahu dan cedera yang dapat ditimbulkannya
dapat dilakuka dengan cara:
1. Tawarkan
untuk dilakukan bedah sesar pada persalinan vagnal beresiko tinggi: janin luar
biasa besar (> 5 kg), janin sangat besar (> 4,5 kg) dengan ibu diabetes,
janin besar (> 4kg) dengan riwayat distosi bahu pada persalinan sebelumnya,
kala II yang memanjang dengan janin besar.
2. Identifikasi
dan obati diabetes pada ibu.
3. Selalu
siap bila sewaktu- waktu terjadi.
4. Kenali
adanya distosia seawal mungkin. Upaya mengejan, menekan suprapubis atau fundus,
dan traksi berpotensi meningkatkan resiko cidera pada janin.
5. Perhatikan
waktu dan segera minta pertolongan begitu distosia bahu diketahui. Bantuan
diperlukan untuk membuat posisi McRoberts, pertolongan persalian, resutisasi
bayi dan tindakan anastesia (bila perlu).
2.7. Penatalaksanaan
Distosia Bahu
Diperlukan seorang
asisten untuk membantu, bersegeralah minta bantuan. Jangan melakukan tarikan
atau dorongan sebelum memastikan bahwa bahu posterior sudah masuk ke panggul.
Bahu posterior yang belum melewati pintu atas panggul akan semakin sulit
dilahirkan bila dilakukan tarikan pada kepala. Untuk mengendorkan ketegangan
yang menyulitkan bahu posterior masuk panggul tersebut, dapat dilakukan
episiotomi yang luas, posisi McRobert, atau posisi dada-lutut. Dorongan pada
fundus juga tidak diperkenankan karena semakin menyulitkan bahu untuk
dilahirkan dan beresiko menimbulkan ruptura uteri. Disamping perlunya asisten
dan pemahaman yag baik tentang mekanisme persalinan, keberhasilan pertolongan
persalinan dengan distosia bahu juga ditentukan oleh waktu. Setelah kepala
lahir akan terjadi penurunan pH arteria umbilikalis dengan laju 0,004
unit/menit. Dengan demikian, pada bayi yang sebelumnya tidak mengalami hipoksia
tersdia waktu antara 4 - 5 menit untuk melakukan manuver melahirkan bahu
sebelum terjadi cedera hipoksik pada otak.
Secara sistematis tindakan pertolongan
distosia bahu adalah sebagai berikut.
1.
Hentikan traksi pada kepala, segera
memanggil bantuan
2.
Manuver McRobert (posisi McRobert,
episiotomi bila perlu, tekanan suprapubik, tarikan kepala)
3.
Manuver Rubin (posisi tetap McRobert,
rotasikan bahu, tekanan suprapubik, tarikan kepala)
4.
Manuver Wood
Langkah pertama : Manuver McRobert
Manuver McRobert dimulai dengan memposisikan
ibu dalam posisi McRobert, yaitu ibu terlentang, memfleksikan kedua paha
sehingga lutut menjadi sekedar mungkin kedada dan rotasikan kedua kaki ke arah
luar (abduksi). Lakukan episiotmi yang cukup lebar. Gabungan episiotomi dan
posisi McRobert akan mempermudah bahu posterior melewati promontorium dan masuk
kedalam panggul. Mintalah asisten menekan suprasimfisis kearah posterior
menggunakan pangkal tangannya untuk menekan bahu anterioragar mau masuk dibawah
simfisis. Sementara itu lakukan tarikan pada kepala janin kearah posterokaudal
dengan mantap.
Langkah tersebut akan melahirkan bahu
anterior. Hindari tarikan yang berlebihan karena akan mencederai pleksus
brakhialis. Setelah bahu anterior dilahirkan, langkah selanjutnya sama dengan
pertolongan persalinan presentasi kepala. Manuver ini cukup sederhana, aman,
dan dapa mengatasi sebagian besar distosia bahu derajat ringan sampai sedang.
Langkah kedua : Manuver Rubin
Oleh karena diameter anteroposterior pintu
atas panggul lebih sempit daripada diameter oblik atau tranversanya, maka
apabila bahu dalam anteroposterior perlu diubah menjadi posisi oblik atau
tranversa untuk memudahkan melahirkannya. Tidak boleh melakukan putaran pada
kepla atau leher bayi untuk mengubah posisibahu. Yang dapat dilakukan adalah
memutar bahu secara langsung atau melakukan tekanan suprapubik kearah dorsal.
Pada umumnya sulit menjangkau bahu anterior, sehingga pemutaran bahu lebih
mudah dilakukan pada bahu posteriornya. Masih dalam posisi McRobert, masukkan
tangan pada bagian posterior vagina, tekanlah daerah ketiak bayi sehingga bahu
berpuar menjadi posisi oblik atau transversa. Lebih mnguntungkan bila pemutaran
itu kearah yang membuat punggug bayi mengahada ke arah anterior (manuver Rubin
anterior) oleh karena kekuatan tarikan yang diperlukan untuk melahirkannya
lebih rendah dibandingkan dengan posisi bahu anteroposterior atau punggung bayi
menghadap kearah posterior. Ketika dilakukan penekanan suprapubik pada posisi
punggung janin anterior akan membuat bahu lebih abduksi, sehingga diameternya
mengecil. Dengan bantuan tekanan suprasimfisis kearah posterior, lakukan
tarikan kepala kearah posterokaudal dengan mantap untuk melahirkan bahu
anterior.
Langkah ketiga : Melahirkan bahu posterior,
posisi merangkak atau manuver Wood
Melahirkan bahu posterior dilakukan
pertama kali dengan mengidentifikasi dulu posisi punggung bayi. Masukkan tangan
enolong yang berseberangan dengan punggung bayi (punggung kanan berarti tangan
kanan, punggung kiri berarti tangan kiri) ke arah vagina. Temukan bahu
posterior, telusuri lengan atas dan buatlah sendi siku menjadi fleksi (bisa
dilakukan dengan menekan fossa kubiti). Peganglah lengan bawah buatlah gerakan
mengusap dada bayi. Langkah ni akan membuat bahu posterior lahir dan memberikan
ruang cukup bagi bahu anterior masuk kebawah simfisis. Dengan bantuan tekanan
suprasimfisis ke arah posterior, lakukan tarikan kepala kearah posterokaudah
dengan mantap untuk melahirkan bahu anterior.
Manfaat posisi merangkak didasarkan
asumsi fleksibilitas sendi sakroiliaka bisa meningkat diameter segital pintu
atas panggul sebesar 1 – 2 cm dan pengaruh gravitasi akan membantu bahu
posterior melewati promontorium. Pada posisi terlentang atau liototomi, sendi
sakroiliaka menjadi terbatas morbilitasnya. Pasien menopang tubuhnya dengan
kedua tangan dan kedua lututnya. Pada manuver ini bahu posterior dilahirkan
terleih dahulu dengan melakukan tarikan kepala.
Bahu melalui panggul ternyata tidak
dalam gerak lurus, tetapi berputar seperti uliran sekrup. Berdasarkan hal itu,
memutar bahu akan mempermudah melahirkannya. Manuver Wood dilakukan dengan
menggunakan dua jari dari tangan yang berseberangan dengan punggung bayi
(punggung kanan berarti tangan kanan, punggung kiri berarti tangan kiri) yang
diletakkan dibagian depan bahu posterior. Bahu posterior dirotasi 180 derajat.
Dengan demikian, bahu posterior menjadi bahu anterior dan posisinya berada
dibawah arkus pubis, sedangkan bahu anterior memasuki pintu atas panggul dan
berubah menjadi bahu posterior. Dalam posisi seperti itu, bahu anterior akan
dengan mudah dapat dilahirkan.
Setelah melakukan
prosedur pertolongan distosia bahu, tindakan selanjutnya adalah melakukan
proses dekontaminasi dan pencegahan infeksi pascatindakan serta perawatan pasca
tindakan. Perawatan pascatindakan termasuk menuliskan laporan dilembar catatan
medik dan memberikan konseling pascatindakan.
BAB
3
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Distosia bahu
terutama disebabkan oleh deformitas panggul, kegagalan bahu untuk “melipat” ke
dalam panggul (misal pada makrosomia) disebabkan oleh fase aktif dan persalinan
kala 2 yang pendek pada multipara sehingga kepala yang terlalu cepat
menyebabkan bahu tidak melipat pada saat melalui jalan lahir atau kepala telah
melalui pintu tengah panggul setelah mengalami pemanjangan kala 2 sebelum bahu
berhasil melipat masuk ke dalam panggul.
3.2. Saran
Setiap ibu agar
memeriksakan dirinya secara rutin pada waktu kehamilan agar dapat mengetahu
adanya komplikasi pada ibu dan janinnya. Petugas kesehatan harus dengan cepat
dalam menangani kasus distosia bahu agar tidak terjadi komplikasi pada ibu dan
bayi.
No comments:
Post a Comment