Friday 31 January 2014

distosia bahu

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1.  Latar Belakang
Persalinan merupakan proses fisiologis yang akan dialami oleh setiap wanita. Persalinan dapat dibagi dalam 4 tingkat yaitu: kala I dimulai dari kontraksi uterus yang teratur dan berakhir pada pembukaan lengkap serviks, kala II dimulai dari pembukaan lengkap serviks sampai dengan bayi lahir, kala III mulai dari bayi lahir sampai keluarnya plasenta, dan kala IV mulai dari plasenta lahir sampai dua jam post partum.
Persalinan merupakan hal yang fisiologis tetapi tidak semua persalinan berlangsung dengan normal, terkadang terjadi berbagai penyulit dalam persalinan, salah satunya distosia bahu. Kasus distosia bahu amat bervariasi tergantung kriteria diagnosis yang digunakan. Di samping banyak studi untuk mengidentifikasi faktor predisposisi distosia bahu, lebih dari 50% kasus terjadi tanpa adanya faktor resiko. Distosia bahu dapat menjadi salah satu dari keadaan darurat yang paling menakutkan di kamar bersalin. Walaupun banyak faktor telah dihubungkan dengan distosia bahu, kebanyakan kasus terjadi dengan tidak ada peringatan. Kasus ini diangkat sebagai salah satu kejadian distosia bahu yang tidak diperkirakan sebelumnya dan bagaimana penanganan yang dilakukan dalam mengatasi masalah tersebut baik dalam hal manuver yang dipilih dalam mengatasinya dan tindakan-tindakan yang dilakukan setelah bayi lahir. Semoga dengan dibawakannya kasus ini dapat menjadi pelajaran bagi kita akan kasus tersebut.

1.2.  Tujuan Penulisan
1.      Untuk mengetahui pengertian distosia bahu
2.      Untuk mengetahui penyebab distosia bahu
3.      Untuk mengetahui diagnosis distosia bahu
4.      Untuk mengetahui prognosis distosia bahu
5.      Untuk mengetahui komplikasi distosia bahu
6.      Untuk mengetahui faktor resiko dan pencegahan distosia bahu
7.      Untuk mengetahui penatalaksanaan distosia bahu



BAB 2
PEMBAHASAN

2.1.  Pengertian Distosia Bahu
Distosia bahu adalah suatu keadaan diperlukan tambahan manuver obstetrik oleh karena dengan tarikan biasa ke arah belakang pada kepala bayi tidak berhasil untuk melahirkan bayi. Pada persalinan dengan presentasi kepala, setelah kepala lahir bahu tidak dapat dilahirkan dengan cara pertolongan biasa dan tidak didapatkan sebab lain dari kesulitan tersebut. Insidensi distosia bahu sebesar 0,2 – 0,3% dari seluruh persalinan vaginal presentasi kepala. Apabila distosia bahu didefinisikan sebagai jarak waktu antara lahirnya kepala dengn lahirnya badan bayi lebih dari 60 detik, maka insidensinya menjadi 11%.
Pada mekanisme persalinan normal, ketika kepala dilahirkan, maka bahu memasuki panggul dalam posisi obliq. Bahu posterior memasuki panggul lebih dahulu sebelum bahu anterior. Ketika kepala melakukan putaran paksi luar, bahu posterior berada di cekungan tulang sakrum atau di sekitar spina iskhiadika, dan memberikan ruang yang cukup bagi bahu anterior untuk memasuki panggul melalui belakang tulang pubis atau berotasi dari foramen obturator. Apabila bahu berada dalam posisi antero posterior ketika hendak memasuki pintu atas panggul, maka bahu posterior dapat tertahan promontorium dan bahu anterior tertahan tulang pubis. Dalam keadaan demikian, kepala yang sudah dilahirkan tidak dapat melakukan putar paksi luar, dan tertahan akibat adanya tarikan yang terjadi antara bahu posterior dengan kepala (disebut dengan turtle sign).
Distosia ialah kesulitan dalam jalannya persalinan atau dapat didefenisikan distosia ialah persalinan abnormal yang timbul akibat berbagai kondisi yang berhubungan dengan lima faktor persalinan, yaitu :
1.      Persalinan disfungsional akibat kontraksi uterus yang efektif atau akibat upaya mengedan ibu (kekuatan power)
2.      Perubahan struktur pelvis (jalan lahir / passage)
3.      Sebab-sebab pada janin, meliputi kelainan presentasi atau kelainan posisi, bayi besar dan jumlah bayi (penumpang/passenger)
4.      Posisi ibu selama persalinan dan melahirkan
5.      Respons psikologi ibu terhadap persalinan yang berhubungan dengan pengalaman, budaya dan warisannya sistem pendukung

2.2.  Penyebab Distosia Bahu
Faktor-faktor penyebab dari distosia bahu bermacam-macam antara lain kehamilan posterm, paritas wanita hamil dengan diabetes melitus dan hubungan antara ibu hamil yang makannya banyak bertambah besarnya janin masih diragukan.
Adapun penyebab lain dari distosia bahu, yaitu :
1.      Kehamilan posterm
2.      Wanita-wanita yang habitus indolen
3.      Anak-anak berikutnya selalu lebih besar dari anak terdahulu
4.      Orang tua yang besar
5.      Eritroblastosis
6.      Diabeter Melitus

2.3.  Diagnosis Distosia Bahu
Distosia bahu dapat dikenali karena adanya :
1.      Kepala bayi sudah lahir, tetapi bahu tertahan dan tidak dapat dilahirkan.
2.       bayi sudah lahir, tetapi tetap menekan vulva dengan kencang.
3.       Dagu tertarik dan menekan perineum.
4.       Traksi pada kepala tidak berhasil melahirkan bahu yang tetap tertahan kranial simphsis pubis.
Begitu distosia bahu dikenali, maka prosedur tindakan untuk menolongnya harus segera dilakukan.


2.4.  Prognosis Distosia Bahu
Pada panggul normal janin dengan berat badan kurang dari 4500 gram pada umumnya tidak menimbulkan kesukaran persalinan. Kesukaran dapat terjadi karena kepala yang besar atau kepala yang lebih keras (pada post maturitas) tidak dapat memasuki pintu atas panggul atau karena bahu yang lebar sulit melalui rongga panggul. Bahu yang lebar selain dijumpai pada janin besar juga dijumpai pada ansefalus. Apabila kepala anak sudah lahir tetapi kelahiran bagian-bagian lain macet karena lebarnya bahu, janin dapat meninggal akibat asfiksia. Menarik kepala kebawah terlalu kuat dalam pertolongan melahirkan bahu yang sulit dapat berakibat perlukaan pada nervus brokhialis & muskulus sternokleidomastoidelis.

2.5.  Komplikasi Distosia Bahu
Komplikasi distosia bahu pada janin adalah fruktur tulang (klavikula dan humerus) cidera pleksus brakhialis dan hipoksia yang dapat menyebabkan kerusakan permanen di otak. Dislokasi tulang servikalis yang fatal juga dapat terjadi akibat melakukan tarikan dan putaran pada kepala dan leher. Fraktur tulang pada umumnya dapat sembuh sempurna tanpa sekuele, apabila didiagnosis dan terapi dengan memadai. Cedera pleksus brakhialis dapat membaik dengan berjalannya waktu, tetapi sekuele dapat terjadi pada 50% kasus – kasus. Pada ibu, komplikasi yang dapat terjadi adalah perdarahan akibat laserasi jalan lahir, episiotomi, ataupun atonia uteri.

2.6.  Faktor Resiko dan Pencegahan Distosia Bahu
Belum ada cara untuk memastikan akan terjadinya distosia bahu pada suatu persalinan. Meskipun sebagian besar distosia bahu dapat ditolong tanpa morbiditas, tetapi apabila terjadi komplikasi dapta menimbulkan kekecewaan dan adanya potensi tuntutan terhadap penolong persalinan. Untuk mengurangi resiko morbiditas pada bayi dan mencegah terjadinya tututan, penolong persalinan perlu mengidentifikasi faktor resiko terjadinya distosia bahu dan mengkomunikasikan akibat yang dapat terjadi pada ibu serta keluarganya.
Bayi cukup bulan pada umumnya memilki ukuran bahu yang lebih lebar dari kepalanya, sehigga mempunyai resiko terjadi distosia bahu. Resiko akan meningkat dengan bertabahnya perbedaan antara ukuran badan dan bahu denganukuran kepalanya. Pada bayi makrosomia, perbedaan ukuran tersebut lebih besar dibanding bayi tanpa makrosomia, sehingga bayi makrosomia lebih beresiko. Dengan demikian, kewaspadaan terjadinya distosia bahu diperlukan pada setiap pertolongan persalinan dan semakin penting bila terdapat faktor-faktor yang meningkatkan resiko makrosomia. Adanya DOPE (diabetes obesity, prolonged prenagnancy, excessive fetal size or maternal weight gain) akan meningkatkan resiko kejadian. Keadaan intrapartu yang banyak dilaporkan berhubungan dengan kejadian distosia bahu adalah kala 1 lama, partus macet, stimulasi oksitosin, dan persalinan pervaginam degan tindakan. Meskipun demikian, peru disadari bahwa sebagian besar kasus distosia bahu tidak dapat diprediksi dengan tepat sebelumnya. Upaya pencegahan distosia bahu dan cedera yang dapat ditimbulkannya dapat dilakuka dengan cara:
1.      Tawarkan untuk dilakukan bedah sesar pada persalinan vagnal beresiko tinggi: janin luar biasa besar (> 5 kg), janin sangat besar (> 4,5 kg) dengan ibu diabetes, janin besar (> 4kg) dengan riwayat distosi bahu pada persalinan sebelumnya, kala II yang memanjang dengan janin besar.
2.      Identifikasi dan obati diabetes pada ibu.
3.      Selalu siap bila sewaktu- waktu terjadi.
4.      Kenali adanya distosia seawal mungkin. Upaya mengejan, menekan suprapubis atau fundus, dan traksi berpotensi meningkatkan resiko cidera pada janin.
5.      Perhatikan waktu dan segera minta pertolongan begitu distosia bahu diketahui. Bantuan diperlukan untuk membuat posisi McRoberts, pertolongan persalian, resutisasi bayi dan tindakan anastesia (bila perlu).


2.7.  Penatalaksanaan Distosia Bahu
Diperlukan seorang asisten untuk membantu, bersegeralah minta bantuan. Jangan melakukan tarikan atau dorongan sebelum memastikan bahwa bahu posterior sudah masuk ke panggul. Bahu posterior yang belum melewati pintu atas panggul akan semakin sulit dilahirkan bila dilakukan tarikan pada kepala. Untuk mengendorkan ketegangan yang menyulitkan bahu posterior masuk panggul tersebut, dapat dilakukan episiotomi yang luas, posisi McRobert, atau posisi dada-lutut. Dorongan pada fundus juga tidak diperkenankan karena semakin menyulitkan bahu untuk dilahirkan dan beresiko menimbulkan ruptura uteri. Disamping perlunya asisten dan pemahaman yag baik tentang mekanisme persalinan, keberhasilan pertolongan persalinan dengan distosia bahu juga ditentukan oleh waktu. Setelah kepala lahir akan terjadi penurunan pH arteria umbilikalis dengan laju 0,004 unit/menit. Dengan demikian, pada bayi yang sebelumnya tidak mengalami hipoksia tersdia waktu antara 4 - 5 menit untuk melakukan manuver melahirkan bahu sebelum terjadi cedera hipoksik pada otak.
Secara sistematis tindakan pertolongan distosia bahu adalah sebagai berikut.

1.      Hentikan traksi pada kepala, segera memanggil bantuan
2.      Manuver McRobert (posisi McRobert, episiotomi bila perlu, tekanan suprapubik, tarikan kepala)
3.      Manuver Rubin (posisi tetap McRobert, rotasikan bahu, tekanan suprapubik, tarikan kepala)
4.      Manuver Wood

Langkah pertama : Manuver McRobert
Manuver McRobert dimulai dengan memposisikan ibu dalam posisi McRobert, yaitu ibu terlentang, memfleksikan kedua paha sehingga lutut menjadi sekedar mungkin kedada dan rotasikan kedua kaki ke arah luar (abduksi). Lakukan episiotmi yang cukup lebar. Gabungan episiotomi dan posisi McRobert akan mempermudah bahu posterior melewati promontorium dan masuk kedalam panggul. Mintalah asisten menekan suprasimfisis kearah posterior menggunakan pangkal tangannya untuk menekan bahu anterioragar mau masuk dibawah simfisis. Sementara itu lakukan tarikan pada kepala janin kearah posterokaudal dengan mantap.
Langkah tersebut akan melahirkan bahu anterior. Hindari tarikan yang berlebihan karena akan mencederai pleksus brakhialis. Setelah bahu anterior dilahirkan, langkah selanjutnya sama dengan pertolongan persalinan presentasi kepala. Manuver ini cukup sederhana, aman, dan dapa mengatasi sebagian besar distosia bahu derajat ringan sampai sedang.

Langkah kedua : Manuver Rubin
Oleh karena diameter anteroposterior pintu atas panggul lebih sempit daripada diameter oblik atau tranversanya, maka apabila bahu dalam anteroposterior perlu diubah menjadi posisi oblik atau tranversa untuk memudahkan melahirkannya. Tidak boleh melakukan putaran pada kepla atau leher bayi untuk mengubah posisibahu. Yang dapat dilakukan adalah memutar bahu secara langsung atau melakukan tekanan suprapubik kearah dorsal. Pada umumnya sulit menjangkau bahu anterior, sehingga pemutaran bahu lebih mudah dilakukan pada bahu posteriornya. Masih dalam posisi McRobert, masukkan tangan pada bagian posterior vagina, tekanlah daerah ketiak bayi sehingga bahu berpuar menjadi posisi oblik atau transversa. Lebih mnguntungkan bila pemutaran itu kearah yang membuat punggug bayi mengahada ke arah anterior (manuver Rubin anterior) oleh karena kekuatan tarikan yang diperlukan untuk melahirkannya lebih rendah dibandingkan dengan posisi bahu anteroposterior atau punggung bayi menghadap kearah posterior. Ketika dilakukan penekanan suprapubik pada posisi punggung janin anterior akan membuat bahu lebih abduksi, sehingga diameternya mengecil. Dengan bantuan tekanan suprasimfisis kearah posterior, lakukan tarikan kepala kearah posterokaudal dengan mantap untuk melahirkan bahu anterior.

Langkah ketiga : Melahirkan bahu posterior, posisi merangkak atau manuver Wood
Melahirkan bahu posterior dilakukan pertama kali dengan mengidentifikasi dulu posisi punggung bayi. Masukkan tangan enolong yang berseberangan dengan punggung bayi (punggung kanan berarti tangan kanan, punggung kiri berarti tangan kiri) ke arah vagina. Temukan bahu posterior, telusuri lengan atas dan buatlah sendi siku menjadi fleksi (bisa dilakukan dengan menekan fossa kubiti). Peganglah lengan bawah buatlah gerakan mengusap dada bayi. Langkah ni akan membuat bahu posterior lahir dan memberikan ruang cukup bagi bahu anterior masuk kebawah simfisis. Dengan bantuan tekanan suprasimfisis ke arah posterior, lakukan tarikan kepala kearah posterokaudah dengan mantap untuk melahirkan bahu anterior.
Manfaat posisi merangkak didasarkan asumsi fleksibilitas sendi sakroiliaka bisa meningkat diameter segital pintu atas panggul sebesar 1 – 2 cm dan pengaruh gravitasi akan membantu bahu posterior melewati promontorium. Pada posisi terlentang atau liototomi, sendi sakroiliaka menjadi terbatas morbilitasnya. Pasien menopang tubuhnya dengan kedua tangan dan kedua lututnya. Pada manuver ini bahu posterior dilahirkan terleih dahulu dengan melakukan tarikan kepala.
Bahu melalui panggul ternyata tidak dalam gerak lurus, tetapi berputar seperti uliran sekrup. Berdasarkan hal itu, memutar bahu akan mempermudah melahirkannya. Manuver Wood dilakukan dengan menggunakan dua jari dari tangan yang berseberangan dengan punggung bayi (punggung kanan berarti tangan kanan, punggung kiri berarti tangan kiri) yang diletakkan dibagian depan bahu posterior. Bahu posterior dirotasi 180 derajat. Dengan demikian, bahu posterior menjadi bahu anterior dan posisinya berada dibawah arkus pubis, sedangkan bahu anterior memasuki pintu atas panggul dan berubah menjadi bahu posterior. Dalam posisi seperti itu, bahu anterior akan dengan mudah dapat dilahirkan.
Setelah melakukan prosedur pertolongan distosia bahu, tindakan selanjutnya adalah melakukan proses dekontaminasi dan pencegahan infeksi pascatindakan serta perawatan pasca tindakan. Perawatan pascatindakan termasuk menuliskan laporan dilembar catatan medik dan memberikan konseling pascatindakan.



BAB 3
PENUTUP
3.1.   Kesimpulan
Distosia bahu terutama disebabkan oleh deformitas panggul, kegagalan bahu untuk “melipat” ke dalam panggul (misal pada makrosomia) disebabkan oleh fase aktif dan persalinan kala 2 yang pendek pada multipara sehingga kepala yang terlalu cepat menyebabkan bahu tidak melipat pada saat melalui jalan lahir atau kepala telah melalui pintu tengah panggul setelah mengalami pemanjangan kala 2 sebelum bahu berhasil melipat masuk ke dalam panggul.

3.2.   Saran

Setiap ibu agar memeriksakan dirinya secara rutin pada waktu kehamilan agar dapat mengetahu adanya komplikasi pada ibu dan janinnya. Petugas kesehatan harus dengan cepat dalam menangani kasus distosia bahu agar tidak terjadi komplikasi pada ibu dan bayi.

No comments:

Post a Comment