BAB
1 LANDASAN TEORI
1.1. Pengertian
Emboli cairan ketuban merupakan sindrom dimana setelah sejumlah
besar cairan ketuban memasuki sirkulasi darah maternal, tiba-tiba terjadi
gangguan pernapasan yang akut dan syok. 25 % wanita yang menderita keadaan ini meninggal
dunia dalam waktu 1 jam. Emboli cairan ketuban jarang dijumpai. Kemungkinan
banyak kasus tidak terdiagnosis, diagnosis yang dibuat adalah syok obstetrik
,pendarahan postpartum atau edema pulmoner akut.
Emboli cairan ketuban ditemukan oleh Meyer pada tahun 1926
dari hasil pemeriksaan postmortem. Pada tahun 1947 diuraikan sindrom klinisnya
oleh Steiner dan Lusbaugh. Mereka memperlihatkan bahwa masuknya cairan ketuban
dalam jumlah yang cukup banyak secara mendadak ke dalam sirkulasi darah
maternal akan membawa kematian (fatal).
Syok yang berat sewaktu persalinan selain oleh plasenta
previa dan solusio plasenta dapat disebabkan pula oleh emboli air ketuban.
Setelah air ketuban pecah ada kemungkinan bahwa air ketuban masuk ke dalam
vena-vena tempat plasenta, endoservik atau luka lainnya (SC, luka ruptur).
Emboli
air ketuban adalah masuknya cairan ketuban beserta komponennya ke dalam
sirkulasi darah ibu. Yang dimaksud komponen disini ialah unsur-unsur yang
terdapat di air ketuban. Air ketuban mengandung lanugo, vernik caseosa dan
mekonium yang dapat menimbulkan emboli. Benda-benda halus ini menyumbat kapiler
paru-paru dan menimbulkan infark paru-paru dan dilatasi jantung kanan. Emboli
air ketuban dapat terjadi saat persalinan, baik normal maupun melalui operasi
caesar. Pada saat persalinan, terdapat resiko untuk terjadinya emboli air
ketuban karena banyak pembuluh darah balik yang terbuka, yang memungkinkan air
ketuban masuk ke dalam sirkulasi darah dan menyumbat pembuluh darah balik.
Dua
tempat utama masuknya cairan ketuban kedalam sirkulasi darah maternal adalah
vena endocervical (yang dapat terobek sekalipun pada persalinan normal) dan
daerah utero plasenta. Ruputra uteri meningkatkan kemungkinan masuknya cairan
ketuban. Abruptio plasenta merupakan peristiwa yang sering dijumpai, kejadian
ini mendahului atau bersamaan dengan episode emboli.
Sindrom ini mutlak jarang dijumpai. Pada kasus-kasus yang
jelas, gambaran klinis sering dramatik. Gambaran klasik adalah seorang wanita
yang berada dalam tahap akhir persalinan atau masa pospartum dini mulai
kehabisan nafas, kemudian dengan cepat mengalami kejang dan kematian.
1.2. Penyebab
Resiko masukknya cairan amnion berkaitan dengan terpaparnya
sirkulasi maternal terhadap cairan amnion walaupun hanya sedikit. Masuknya
cairan amnion dari uterus ke dalam saluran maternal dapat terjadi akibat
robekan pada selaput ketuban. Masuknya cairan amnion melalui vena endoservik
atau tempat perlekatan plasenta selama atau segera setelah persalinan. Kemungkinan
masuknya cairan amnion ke dalam sirkulasi di bawah tekanan juga dapat
terjadi meskipun aktivitas uterus hipertonik yang terlihat dalam beberapa kasus
merupakan akibat hipoksia uterus yang terjadi pada fase pertama, bukan sebagai
prekusor kondisi tersebut. Hipertonus uterus terjadi sebagai respon terhadap
kolaps kardiovaskuler dan mencegah masuknya cairan amnion ke dalam sirkulasi
maternal, bukan memompa cairan amnion ke dalam sirkulasi maternal.
Barier antara sirkulasi maternal dan kantong amnion dapat
rusak jika terjadi abrupsio plasenta yaitu saat dalam plasenta mengalami
kerusakan. Prosedur seperti pemasanagan katater intrauterus dan perobekan
selaput ketuban juga dapat mengakibatkan hal ini. Embolisme cairan amnion dapat
terjadi selama seksio sesaria dan tidak dapat dicegah menggunakan seksio
sesarea. Embolisme ini juga dapat terjadi berkaitan dengan ruptur atau
perforasi uterus. Trauma dapat terjadi selama manipulasi intrauterus, seperti
versi podalik internal. Kemungkinan masuknya cairan amnion ke dalam sirkulasi
maternal juga dapat terjadi selama terminasi kehamilan. Embolisme cairan amnion
merupakan kondisi yang sulit diprediksi dan sulit dicegah. Embolisme cairan
amnion menyebabkan angka mortallitas maternal yang tinggi.
Faktor yang mempermudah terjadinya emboli adalah :
1. Kontraksi atau his persalinan yang kuat setelah ketuban pecah
2. Kelebihan dosis oksitosin
3. Terbukanya pembuluh darah utrerus oleh seksio sesar
4. Laserasi uterus
5. Solusio plasenta
6. Laserasi serviks
1.3. Tanda dan
gejala
Sesak napas
yang tiba-tiba, sianosis, edema paru-paru, syok dan relaksasi otot-otot rahim
dengan perdarahan post partum. Syok terutama disebabkan reaksi anapilaktis
terhadap adanya bahan-bahan air ketuban dalam darah terutama emboli mekonium
bersifat letal. Juga terjadi koagulopati karena disseminated intravascular
clotting.
1.4. Penatalaksanaan
Lebih dari
50 % pasien dengan emboli air ketuban mengalami kematian dalam 1 jam pertama
dan 50 % pasien yang selamat akan mengalami gangguan pembekuan darah yang
timbul sebagai perdarahan dari rahim atau dari luka operasi. Proses emboli air
ketuban bisa berlangsung sangat cepat. Pada umumnya dalam 1 jam sesudah
melahirkan, nyawa ibu yang mengalami emboli air ketuban tidak lagi bisa
tertolong. Apalagi muncul secara tiba-tiba tanpa diduga sebelumnya dan proses
berlangsung dengan cepat. Pada ibu bersalin kasus emboli air ketuban
kematiannya mencapai 86 %. Wanita
yang dapat bertahan hidup setelah menjalani resusitasi jantung paru seharusnya
mendapat terapi yang ditujukan untuk oksigenasi dan membantu miokardium yang
mengalami kegagalan. Tindakan yang menunjang sirkulasi serta pemberian darah
dan komponen darah sangat penting dikerjakan.
Pada kasus-kasus yang berat tidak ada sesuatu
yang dapat memperbaiki keadaan, tujuan pada tindakan yang dilakukan mencakup
pengurangan hipertensi pulmoner, peningkatan perfusi jaringan, peredaran
bronchospasme, pengendalian perdarahan dan tindakan suportif umum.
Upaya preventif
1.
Perhatikan indikasi induksi persalinan
2.
Memecahkan ketuban saat akhir his,
sehingga tekanannya tidak terlalu besar dan mengurangi masuk ke dalam pembuluh
darah
3.
Saat SC, lakukan pengisapan air ketuban
perlahan
Upaya Kuratif
1.
Memasang infuse dua tempat sehingga cairan
segera dapat diberikan, untuk mengatasi syok
2.
Berikan O2 dengan tekanan
tinggi sehingga dapat menambahkan O2 dalam darah
3.
Untuk paru-paru obat “spasmolitik” :
a.
Berikan antispasmodic dan vasolidator
sperti papaverin, aminophyllin dan trinitroglycerin
b.
Berikan isoproterenol untuk meningkatkan
ventilasi pulmoner dan mengurangi bronchospasme
c.
Antihistamin : promethazine
3.
Mengatasi intravaskuler koagulasi:
a.
Dipertimbangankan untuk memberikan heparin
atau fibrinogen
4.
Darah segar diberikan untuk memerangi
kekurangan darah; perlu diperhatikan agar tidak menimbulkan pembebanan
berlebihan bagi sirkulasi darah
5.
Digitalis berkhasiat kalau terdapat
kegagalan jantung
6.
Eksplorasi uterus secara manual dilakukan
untuk menyingkirkan ruptura uteri atau retensio plasenta
7.
Hidrocortison diberikan baik untuk membantu
mengatasi keadaan yang amat gawat itu maupun bagi khasiat inotropiknya
Namun, keberhasilan
pengobatan dan pengalaman untuk mengatasi emboli air ketuban tidak banyak.
No comments:
Post a Comment