Friday 24 May 2013

Penyakit Menular Seksual


BAB 1 PENDAHULUAN
1.1.  Latar Belakang
Prevalensi PMS ( Penyakit Menular Seksual ) di negara sedang berkembang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan di negara maju. Pada perempuan hamil di negara berkembang, angka kejadian gonoroe 10-15 kali lebih tinggi dibandingkan dengan angka kejadiannya pada perempuan hamil di negara industri. Prevalansi sifilis pada perempuan di negara-negara maju hanya sebesar 0,03-0,3%, tetapi di negara Afrika Sub-Sahara, sebagian besar Amerika Latin, dan Fiji, sifilis didapatkan pada 3-22% perempuan hamil. Gonoroe hanya ditemukan sebanyak kurang dari 1% di Eropa Barat dan beberapa bagian Amerika Utara, tetapi terdapat sebesar 4-20% di Afrika Sub-Sahara dan Thailand.
Di Indonesia sendiri angka kejadian PMS pada perempuan hamil sangat terbatas. Pada perempuan hamil pengunjung Puskesmas Merak 1994 sebanyak 58% menderita PMS. Sebanyak 29,5% adalah infeksi genital nonspesifik, kemudian 10,2% vaginosis bakterial, kandidosis vagialis 9,1%, gonoroe sebanyak 3,4%, trikomoniasis 1,1%, dan gonoroe sebanyak 1,1%. Penelitian di Surabaya menemukan 19,2% dari 599 perempuan hamil yang diperiksa menderita paling tidak 1 jenis PMS, yaitu infeksi virus herpes simpleks tipe 2 sebanyak 9,9%, infeksi klamidia sebanyak 8,2%, trikomoniasis 4,8%, gonoroe 0,8%, dan sifilis 0,7%, penelitian di Jakarta, Batam, dan Tanjung Pinang pada pengunjung perempuan hamil di beberapa rumah bersalin ditemukan infeksi klamidia, trikomoniasis, vaginosis bakterial, gonoroe, sifilis, dan HIV.
Perempuan memiliki resiko tinggi terhadap penyakit yang berkaitan dengan kehamilan dan persalinan, juga terhadap penyakit kronik dan infeksi. Selama masa kehamilan, perempuan mengalami berbagai perubahan, yang secara alamiah sebenarnya diperlukan untuk kelangsungan hidup janin dalam kandungannya. Namun, ternyata bebagai perubahan tersebut dapat mengubah kerentanan dan juga mempermudah terjadinya infeksi selama kehamilan.

1.2.  Tujuan Penulisan
1.      Untuk mengetahui pengertian penyakit menular seksual
2.      Untuk mengetahui tanda dan gejala penyakit menular seksual
3.      Untuk mengetahui dampak penyakit menular seksual pada ibu hamil
4.      Untuk mengetahui jenis-jenis penyakit menular seksual
5.      Untuk mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan penyakit menular seksual
6.      Untuk mengetahui pencegahan penyakit menular seksual
7.      Untuk mengetahui penatalaksanaan penyakit menular seksual

2.1.   
BAB 2 PEMBAHASAN

2.1.  Pengertian Penyakit Menular Seksual
Penyakit menular seksual adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi oleh bakteri, virus, parasit, atau jamur yang penularannya terutama melalui hubungan seksual dari seseorang yang terinfeksi kepada mitra seksualnya. Penyakit menular seksual akan lebih beresiko bila melakukan hubungan seksual dengan berganti-ganti pasangan baik melalui vagina, oral maupun anal. Penyakit menular seksual merupakan salah satu penyebab infeksi saluran reproduksi ( ISR ), tetapi tidak semua PMS menyebabkan ISR dan tidak semua ISR disebabkan oleh PMS.
2.2.  Tanda dan Gejala Penyakit Menular Seksual
Banyak penderita PMS tidak menyadari bahwa dirinya mengidap PMS oleh karena seringkali penyakit ini tidak menunjukkan gejala. Tanda dan gejala yang sering terjadi :
1.      Rasa sakit atau nyeri saat kencing atau berhubungan seksual
2.      Rasa nyeri pada perut bagian bawah
3.      Pengeluaran lendir pada vagina/alat kelamin
4.      Keputihan berwarna putih susu, bergumpal dan disertai rasa gatal dan kemerahan pada alat kelamin atau sekitarnya
5.      Keputihan yang berbusa, kehijauan, berbau busuk, dan gatal
6.      Timbul bercak-bercak darah setelah berhubungan seks
7.      Bintil-bintil berisi cairan, lecet atau borok pada alat kelamin
2.3.  Dampak PMS pada Ibu Hamil
Penyakit menular seksual menyebabkan infeksi saluran reproduksi yang harus dianggap serius. Bila tidak diobati secara tepat, infeksi dapat menjalar dan menyebabkan penderitaan, sakit berkepanjangan, kemandulan dan kematian. Dampak PMS pada kehamilan bergantung pada organisme penyebab, lamanya infeksi, dan usia kehamilan pada saat perempuan terinfeksi. Hasil konsepsi yang tidak sehat seringkali terjadi akibat PMS, misalnya kematian janin ( abortus spontan atau lahir mati ), bayi berat lahir rendah ( akibat prematuritas atau retardasi pertumbuhan janin dalam rahim ), dan infeksi kongenital atau perinatal ( kebutaan, pneumonia neonatus, dan retardasi mental ).
     Kematian janin baik dalam bentuk baik dalam bentuk abortus spontan maupun lahir mati, dapat ditemukan pada 20-25% perempuan hamil yang menderita sifilis dini, 7-54% perempuan hamil dengan herpes genital primer, dan pada 4-10% pada perempuan hamil yang tidak menderita penyakit menular seksual. Bayi berat lahir rendah ( BBLR ) dapat dijumpai pada 10-25% perempuan hamil dengan vaginosis bakterial, 11-15% pada perempuan dengan trikomoniasis, 30-35% herpes genital primer, 15-20% sifilis dini, dan 2-12% pada perempuan hamil tanpa penyakit menular seksual. Infeksi kongenital atau perinatal dapat ditemukan pada bayi yang dilahirkan oleh 40-70% perempuan hamil dengan infeksi klamidia, 30-68% perempuan hamil dengan gonoroe, 40-70% perempuan hamil dengan sifilis dini, 30-50% perempuan hamil dengan herpes genital primer, dan tidak ditemukan pada perempuan hamil tanpa penyakit menular seksual.
     Resiko transmisi dari ibu yang hamil menderita gonore kepada janin/neonatus diperkirakan sebesar 30%. Pada infeksi klamidia, resiko terjadinya konjungtivitis neonatus sebesar 25-50%, sedangkan untuk terjadinya pneumonia sebesar 5-15%. Ibu ha,il yang menderita sifilis memiliki resiko transmisi sebesar 100% pada sifilis dini, 23% pada sifilis lanjut, dan secara keseluruhan 40-70%. Pada herpes genital, resiko transmisi dari ibu hamil kepada janinnya lebih tinggi pada saat terjadinya infeksi primer yaitu 30-50%, dibandingkan pada keadaan rekuren ( hanya 0,4- 8% ).
2.4.  Jenis Penyakit Menular Seksual
1.         Sifilis
a.         Pengertian Sifilis
Sifilis merupakan penyakit infeksi sistemik disebabkan oleh Treponema pallidum yang dapat mengenai seluruh organ tubuh, mulai dari kulit, mukosa, jantung hingga susunan saraf pusat, dan juga dapat tanpa menifestasi lesi di tubuh. Infeksi terbagi atas beberapa fase yaitu, sifilis primer, sifilis sekunder, sifilis laten dini dan lanjut, serta neorosifilis ( sifilis tersier). Sifilis umumnya ditularkan lewat kontak seksual, namun juga dapat secara vertikal pada masa kehamilan.
b.         Tanda dan Gejala
Masa tanpa gejala berlangsung 3-4 minggu, kadang-kadang sampai 13 minggu kemudian timbul benjolan di sekitar alat kelamin. Kadang-kadang di sertai pusing-pusing dan nyeri tulang seperti flu yang akan hilang sendri tanpa diobati. Ada bercak kemerahan pada tubuh sekitar 6-12 minggu setelah hubungan seks. Gejala ini akan hilang sendirinya dan sering kali penderita tidak memperhatikan hal ini.
Selama 2-3 tahun pertama penyakit ini tidak menunjukkna gejala apa-apa atau disebut masa laten. Setelah 5-10 tahun penyakit sifilis akan menyerang susunan saraf otak, pembuluh darah dan jantung. Pada perempuan hamil sifilis dapat ditular pada bayi yang dikandungnya dan bisa lahir kerusakan kulit, limfa dan keterbelakangan mental.
c.         Fase-fase
Fase Primer
Lesi primer sifilis berupa tukak yang biasanya timbul di daerah genital eksterna dalam waktu 3 minggu setelah kontak. Pada perempuan kelainan sering ditemukan di labia mayor, labia minor, fourcbette, atau servik. Gambaran klinik dapat khas, akan tetapi dapat juga tidak khas. Lesi awal berupa papul berindurasi yang tidak nyeri, kemudian permukaannya mengalami nekrosis dan ulserasi dengan tepi yang meninggi, teraba keras, dan terbatas tegas. Jumlah ulserasi biasanya hanya satu, namun dapat juga mutipel.
Fase Sekunder
Lesi sekunder ditandai dengan malaise, demam, nyeri kepala, limfadenopati generalisata, ruam generalisata dengan lesi di palmar, plantar, mukosa oral atau genital, kondilomalata di daerah intertrigenosa, dan pustul dan alopesia. Lesi kulit biasanya simetris, dapat berupa makula, papula, papuloskuamosa, dan pustul yang jarang disertai keluhan gatal. T. Pallidum banyak ditemukan pada lesi di selaput lendir atau lesi yang basah seperti kondilomalata
Fase Laten
Merupakan fase sifilis tanpa gejala klinik dan hanya pemeriksaan serologik yang reaktif. Hal ini mengindikasikan organisme ini masih tetap ada dalam tubuh, dan dalam perjalanannya fase ini dapat berlangsung selama bertahun-tahun, bahkan seumur hidup. Kurang lebih 2/3 pasien sifilis laten yang tidak diobati akan tetap dalam fase ini selama hidupnya.
Fase Tersier
Sifilis tersier terjadi pada 1/3 pasien yang tidak diobati. Fase ini dapat terjadi sejak beberapa bulan hingga beberapa tahun setelah fase laten di mulai. T. Pallidium menginvasi dan menimbulkan kerusakan pada sistem saraf pusat, sistem kardiovaskular, mata, kulit, serta organ lain. Pada sistem kardiovaskular dapat terjadi aneorisma aorta dan endokarditis. Gumma timbul akibat reaksi hipersensitivitas tipe lambat terhadap antigen T. Pallidium, lesi tersebut bersifat destruktif dan biasanya muncul di kulit, tulang atau organ dalam.
d.        Pengobatan
Alternatif pengobatan bagi yang alergi terhadap penisilin dan tidak hamil dapat di beri doksisiklin per oral 2x100mg/hari selama 30 hari, atau tetrasiklin peroral 4x500 mg/hari selama 30 hari. Alternatif pengobatan bagi yang alergi terhadap penisilin dan dalam keadaan hamil, sebaiknya tetap diberi penisilin dengan cara desensitisasi. Bila tidak memungkinkan, pemberian eritromisin peroral 4x500 mg/hari selama 30 hari dapat dipertimbangkan. Untuk semua bayi yang baru lahir dari ibu yang seropositif agar diberi pengobatan dengan benzatin penisilin 50.000 IU per kg berat badan, dosis tunggal IM. Untuk memonitor hasil pengobatan dilakukan pemeriksaan serologi non treponemal 1 bulan, 3 bulan, 6 bulan, 1 tahun dan 2 tahun setelah pengobatan selesai.


2.         Gonoroe
a.         Pengertian
Gonoroe adalah infeksi yang disebabkan oleh Neisseria gonorrhoeae. N. Gonorhoeae dibawah microskop cahaya tampak sebagai diplokokus berbentuk biji kopi dengan lembar 0,8µm dan bersifat tahan asam. Kuman ini bersifat gram negatif, tampak di luar dan di dalam leukosit polimorfnuklear, tidak dapat bertahan lama di udara bebas, cepat mati pada keadaan kering, tidak tahan pada suhu di atas 39°c, dan tidak tahan zat desinfektan. Gonoroe atau kencing nanah adalah penyakit tersering yang ditemui dalam dunia kedokteran. Ia mempunyai banyak nama yang digunakan oleh orang awam seperti kencing nanah.
b.         Tanda dan Gejala
Gejala awal dapat timbul dalam waktu 7-21 hari setelah infeksi. Pada wanita biasanya tidak menunjukkan gejala selama beberapa minggu atau bulan, dan diketahui menderita penyakit ini ketika pasangan seksualnya tertular. Jika timbul gejala, biasanya bersifat lebih ringan, namun demikian beberapa penderita menunjukkan gejala yang berat, seperti desakan untuk berkemih, nyeri ketika buang air kecil, keluarnya cairan putih dari vagina dan perjalanan ini bisa mencapai leher rahim, rahim, saluran telur, indung telur, uretra atau saluran kencing bawah, dan rektum yang menyebabkan nyeri panggul dalam atau nyeri ketika melakukan hubungan seksual.
Pada wanita dan pria homoseksual yang melakukan hubungan seksual melalui dubur bisa menderita gonoroe pada usus bagian bawah. Melakukan oral seks dengan seorang penderita gonoroe juga dapat menyebabkan tertuklarnya gonoroe pada tenggorokan (faringitis gonocokal), yang terkadang tidak menunjukkan gejala dan kadang gejalanya mirip seperti radang tenggorokkan yang menyebabkan gangguan menelan. Gonoroe juga dapat menular ke mata jika cairan yang terinfeksi mengenai mata yang biasanya disebut konjungtivitis gonoroe. Bayi yang baru lahir dapat tertular gonoroe dari ibunya yang terjadi selama proses persalinan yang dapat menyebabkan pembengkakan kelopak matanya dan dari matanya mengeluarkan nanah.
c.         Pengobatan
Secara epidemologis pengobatan yang dianjurkan untuk infeksi gonoroe tanpa komplikasi adalah pengobatan dosis tunggal. Pilihan terapi yang direkomendasi oleh CDC adalah cefixime 400 mg per oral, ceftriaxone 250 mg IM, siprofloksasin 500 mg per oral, ofloksasin 400 mg per oral, levofloksasin 250 mg per oral, atau spektinomisin 2 g dosis tunggal IM.
Infeksi gonoroe selama kehamilan telah diasosiasikan dengan pelvic inflammatory desease (PID). Infeksi ini sering ditemukan pada TM 1 sebelum korion berfusi dengan desidua dan mengisi kavum uteri. Pada tahap lanjut, Neisseria gonoroe diasosiasikan dengan ruptur membran yang prematur, kelahiran prematur, korioamnionitis, dan infeksi pascapersalinan. Konjungtivitis gonocokal manifestasi tersering dari infeksi perinatal, umunya ditransmisikan selama proses persalinan. Jika tidak diterapi, kondisi ini dapat mengarah pada perforasi kornea dan panoftalmitis. Infeksi neonatal lainnya yang lebih jarang termasuk meningitis sepsis diseminata dengan artritis, serta infeksi genital dan rektal.
Oleh karena itu, untuk perempuan hamil dengan resiko tinggi dianjurkan untuk dilakuka skrinning terhadap infeksi gonoroe pada saat datang untuk pertama kali antenatal dan juga pada TM 3 kehamilan. Dosis dan obat-obatan yang diberikan tidak berbeda dengan keadaan tidak hamil. Akan tetapi, perlu diingatkan pemberian golongan koinolon pada perempuan hamil tidak dianjurkan. Bila terjadi konjungtivitis gonoroe pada neonatus, pengobatan yang dianjurkan adalah pemberian ceftriaxone 50-100 mg per kg berat badan IM, dosis tunggal dengan dosis maksimum 125 mg.
3.         HIV/AIDS
a.         Pengertian
Acquired immunodeficiency syndrome (AIDS) adalah sindroma dengan gejala penyakit infeksi oportunistik atau kanker tertentu akibat menurunnya sistem kekbalan tubuh oleh infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV).Virus masuk kedalam tubuh manusia melalui perantara darah, semen, dan sekeret vagina, hubungasn seks penetrasi tanpa menggunakan kondom, lewat air susu ibu yang HIV positif dan melahirkan lewat vagina .Sebagian besar (75%) penularan terjadi melalui hubungan seksual. HIV awalnya dikenal dengan nama Lymphadenopathy Associated Virus (LAV) merupakan golongan retrovirus dengan materi genetik Rebonucleid acid (RNA)yang dapat diubah menjadi deoxyribonucleic acid (DNA) untuk diintregasikan kedalam sel pejamu dan di program membentuk gen virus. Virus ini sering menyerang sel jenis tertentu, yaitu sel-sel yang mempunyai antigen permukaan CD4, terutama lymfosyte T yang memegang peranan penting dalam mengatur dan mempertahankan sistem kekebalan tubuh.
b.         Perjalanan penyakit
Infeksi HIV memberikan gambaran klinik yang tidak spesifik dengan spektrum yang lebar, mulai dari infeksi tanpa gejala (asimptomatik) pada stadium awal sampai pada gejala-gejala yang berat pada stadium yang lebih lanjut. Setelah diawali dengan infeksi replikasi virus secara lambat. Kemudian setelah terjadi penurunan sistem imun yang berat, maka terjadi beragai infeksi oportunistik dan dapat dikatakan pasien telah masuk pada keadaan AIDS. Perjalanan penyakit lambat dan gejala-gejala AIDS rata-rata baru timbul 10 tahun setelah infeksi pertama, bahkan bisa lebih lam lagi.
Transmisi vertikal vertikal merupakn penyebab tersering infeksi HIV pada bayi dan anak-anak. Transmisi HIV dari ibu kepada janin dapat terjadi intra uterin (5-10 %), saat persalian (10-20%), dan pasca persalinan (5-20%). Kelainan yang dapat terjadi pada janin adalah berat badan lahir rendah, bayi lahir mati, partus preterm dan abortus spontan.
Tingkat infeksi HIV pada wanita hamil di negara-negara ASIA di perkirakan belum melebihi 3-4%, tetapi epideminya berpotensi untuk menjadi lebih besar. Penelitian preverensi HIV pada ibu hamil di daerah miskin di Jakarta pada tahun 1999 sampai 2001 mendaptakan angka prevalensi sebesar 2, 86%.
Antibody virus mulai dapat dideteksi kira-kira 3-6 bulan setelah infeksi. Pemeriksaan konfirmasi menggunakan Western Blot (WB) cukup mahal sebagai penggantinya dapat dengan melakukan 3 pemeriksaan ELISA sebagai tes penyaring memakai reagen dan teknik berbeda.
Telah banyak bukti menunjukkan bahwa keberadaan IMS meningkatkan kemudahan seseorang terkena HIV, sehingga IMS dianggap sebagai penyebab HIV. Oleh karena itu,  upaya pengaendalian infeksi HIV dapat dilaksanakan dengan melakukan pengendalian IMS.    
c.         Penatalaksanaan
Pentalaksanaan yang sering digunakan dengan istilah ABCD
A = Abstinen ( jauhilah hubungan seks, jangan berganti-ganti pasangan )
B = Be faihtful (bersikap saling setia dengan pasangannya )
C = Condom use ( cegah dengan menggunakan kondom )
D = Drugs ( hindari pemakaian jarum suntik secara berulang ulang )
-        Memberikan pendampingan secara terus menerus
-        Memberikan penyadaran mengenai pentingnya pemeriksaan HIV/ AIDS, serta mendamping proses pemeriksaan baik pra maupun pasca pemeriksaan, termasuk pada saat konseling sehingga ketika dinyatakan terkena HIV, mereka dapat dengan mudah menerima kenyataan tersebut.
-        Memberikan penyuluhan pola makan yang tepat. Daya tahan tubuh pengidap HIV harus tetap dijaga, antara lain dengan melalui pemenuhan gizi.
2.5.  Faktor-faktor yang Menyebabkan PMS
Faktor dominan yang ikut menemukan besarnya frekuensi dan distribusi PMS dalam suatu masyarakat, antara lain :
1.         Penyebab penyakit (agen)
PMS sangat bervariasi dapat berupa virus, parasit, bakteri, protozoa.
2.         Tuan (host)
Beberapa faktor yang terdapat pada host yang berperan pada perbedaan insiden penyakit menular adalah :
a.       Umur
Umur berapa yang sangat yang ikut mempengaruhi insiden PMS, dengan cara penularan PMS yaitu melalui kontak seksual maka golongan umur dengan insiden meningkat adalah golongan umur dengan kegiatan seksual aktif
b.      Sex / jenis kelamin
Angka kesakitan kelompok umur tertentu pada penderita PMS pria adalah lebih tinggi dibandingkan dengan wanita, namun tingkat kegawatan penderita PMS adalah lebih serius dibangdingkan dengan laki-laki, faktor yang mempengaruhi antara lain :
1.      Perbedaan seks dengan perbedaan susunan anatomi organ tubuh tertentu. Manifestasi gejala klinis PMS pada laki-laki adalah lebih jelas sehingga memberikan kesempatan lebih banyak menggunakan fasilitas ksehatan.
2.      Diagnosa penderita PMS pada laki-laki lebih mudah sehingga lebihn banyak penderita laki-laki yang ditimbulkan.
c.       Pilihan dalam hubungan seks
Data yang ada di negara maju angka PMS pada pria homoseksual adalah lebih tinggi bila dibandingkan dengan heteroseksual.
d.      Lama bekerja sebagai pekerja seksual komersial
Pekerjaan seseorang sering merupakan ikatan erat dengan kemungkinan terjadinya PMS. Pada beberapa orang yang bekerja dengan kondisi tertentu dengan lingkungan yang memberikan peluang terjadinya kontak seksual akan meningkatkan akibat penderita PMS. Orang tersebut termasuk dalam kelompok resiko tinggi terkena PMS.
e.       Status perkawinan
Insiden PMS lebih tinggi pada orang yang belum kawin, bercerai, atau orang yang terpisah dari keluarganya bila dibandingkan dengan orang yang sudah kawin karena pemenuhan kebutuhan seksualnya terpenuhi.
3.         Faktor kebudayaan
a.       Pelanggaran nilai moral dan agama yang menyebabkan orang lebih bebas berbuat sesuatu termasuk hubungan seksual diluar nikah.
b.      Melanggarinya ikatan keluarga termasuk pengawasan orang tua menyebabkan hubungan seksual diluar nikah.
c.       Anggapan bahwa pria lebih promiskuitas (hubungan seksual antara sejumlah laki-laki dengan sejumlah perempuan) meyebabkan adanya prostitusi.
d.      Meningkatakan rangsangan seksual melalui majalah atau film biru, dan lain-lain.
4.         Faktor medik
a.       Adanya kekebalan kuman penyakit menular seksual. Kekebalan karena penderita membeli obat dan minum obat sendiri dengan dosis obat yang tidak tetap atau adekuat.
b.      Diagnosis penyakit kadang susah. Disebabkan karena adanya penyakit menular seksual yang tersembunyi (karier) kebanyakan wanita penderita penyakit menular seksual tidak menunjukan gejala sehingga tanpa disadari mereka sesungguhnya merupakan sumber penularan penyakit menular seksual yang tersembunyi.
c.       Walaupun penderita penyakit menular telah diobati dan sembuh tetapi bila mitra seksualnya sudah ketularan dan tidak diobati maka akan tetap menjadi sumber penularan.
d.      Adanya wanita tuna susila yang diluar jangkauan pengobatan dan pengawasan medik. Misalnya : wanita tuna susila liar, terselubung dan lain-lain.
2.6.  Pencegahan Penyakit Menular Seksual
Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan (overt behavior). Untuk terwujudnya sikap menjadi suatu perbuatan nyata diperlukan faktor pendukung atau kondisi yang memungkinkan, antara lain : fasilitas pelayanan kesehatan yang mudah dijangkau, faktor dukungan (support) dari pihak lain misalnya tokoh masyarakat, petugas kesehatan sangat penting untuk mendukung praktek pencegahan penyakit menular seksual. Praktek pencegahan penyakit menular seksual antara lain:



1.         Pencegahan primer, meliputi :
a.       Tidak melakukan hubungan seksual baik vagina, anal dan oral dengan orang yang terinfeksi adalah cara yang 100% efektif untuk pencegahan.
b.      Selalu menggunakan kondom untuk mencegah penularan penyakit menular seksual.
c.       Selalu menjaga kebersihan alat kelamin.
d.      Segera memeriksakan diri serta melakukan konseling ke dokter atau petugas kesehatan apabila mengalami tanda dan gejala penyakit seksual, meliputi: rasa sakit atau nyeri pada saat kencing atau berhubungan seksual, rasa nyeri pada perut bagian bawah, pengeluaran lendir pada vagina/alat kelamin atau sekitarnya, keputihan yang berbusa, kehijauan, berbau busuk, dan gatal, timbul bercak-bercak darah setelah hubungan seks, bintil-bintil barisi carian, lecet atau borok pada alat kelamin.
2.         Pencegahan sekunder, meliputi :
a.       Adanya siraman rohani yang dilakukan dilokalisasi.
b.      Peningkatan pengetahuan tentang penyakit menular seksual melalui penyuluhan dari dinas kesehatan.
3.         Pencegahan tersier, meliputi :
a.       Adanya peraturan dari pemerintah tentang larangan prostitusi.
b.      Adanya usaha rehabilitas dengan pelatihan keterampilan pada wanita pekerja seksual yang meninggalkan pekerjaan sebagai pekerja seksual.
2.7.  Penatalaksanaan Penyakit Menular Seksual
Diagnosis dan manajemen PMS pada kehamilan dapat menurunkan morbiditas dan mortalitas maternal maupun janin. Sebagian besar PMS berifat asimptomatik atau muncul dengan gejala yang tidak spesifik. Tanpa adanya tingkat kewaspadaan yang tinggi dan ambang batas tes yang rendah, sejumlah besar kasus PMS dapat terlewatkan, yang pada akhirnya mengarah pada hasil perinatal yang tidak diinginkan. Oleh karena itu, lewat riwayat PMS yang lengkap dan melakukan pemeriksaaan skrinning yang sesuai pada pasien yang sedang hamil pada saat pemeriksaan pranatal yang pertama adalah penting. Penatalaksanaan PMS pada perempuan hamil dan pascapersalinan dapat berbeda dari tatalaksana untuk perempuan tidak hamil. Selain itu, pertimbangan khusus berkaitan dengan potensi penularan untuk beberapa PMS viral perlu dipertimbangkan dalam menentukan keamanan dari pemberian air susu ibu (ASI).
BAB 3 PENUTUP
3.1.   Kesimpulan
Seringkali penularan PMS pada janin terjadi saat persalinan, saat melalui jalan lahir yang terinfeksi. Namun, sejumlah infeksi juga dapat terjadi secara transplasenta dan menyebabkan infeksi janin intrauterin.
Hal yang penting untuk memastikan bahwa wanita hamil bebas dari PMS yaitu pada kunjungan antenatal pertama harus dilakukan skrining untuk beberapa jenis PMS, termasuk sifilis, gonoroe, dan HIV/AIDS. Beberapa jenis PMS dapat disembuhkan dengan obat, namun tidak semua jenis PMS dapat diobati dengan obat. Bila jenis PMS yang diderita termasuk jenis yang sulit disembuhkan maka harus diambil langkah terbaik untuk melindungi janin yang dikandung.
3.2.   Saran
Sebagai seorang tenaga kesehatan, kita harus tanggap terhadap gejala-gejala maupun keluhan-keluhan dari pasien sehingga kita dapat mengambil langkah yang tepat dalam mendiagnosa suatu penyakit dan memberikan terapi pengobatan yang adekuat terhadap penyakit yang diderita pasien.

1 comment:

  1. Obat herbal Dr. imoloa yang hebat adalah obat penyembuhan yang sempurna untuk Virus HIV, saya mendiagnosis HIV selama 8 tahun, dan setiap hari saya selalu mencari penelitian untuk mencari cara sempurna untuk menghilangkan penyakit mengerikan ini karena saya selalu tahu bahwa apa yang kita butuhkan karena kesehatan kita ada di bumi. Jadi, pada pencarian saya di internet saya melihat beberapa kesaksian berbeda tentang bagaimana Dr. imoloa dapat menyembuhkan HIV dengan obat herbal yang kuat. Saya memutuskan untuk menghubungi pria ini, saya menghubunginya untuk obat herbal yang saya terima melalui layanan kurir DHL. Dan dia membimbing saya bagaimana caranya. Saya memintanya untuk solusi minum obat herbal selama dua minggu. dan kemudian dia menginstruksikan saya untuk pergi memeriksa yang saya lakukan. lihatlah aku (HIV NEGATIF). Terima kasih Tuhan untuk dr imoloa telah menggunakan obat herbal yang kuat untuk menyembuhkanku. ia juga memiliki obat untuk penyakit seperti: penyakit parkison, kanker vagina, epilepsi, Gangguan Kecemasan, Penyakit Autoimun, Nyeri Punggung, Keseleo, Gangguan Bipolar, Tumor Otak, Ganas, Bruxisme, Bulimia, Penyakit Disk Serviks, Penyakit Kardiovaskular, Penyakit Kardiovaskular, Neoplasma, kronis penyakit pernapasan, gangguan mental dan perilaku, Cystic Fibrosis, Hipertensi, Diabetes, asma, radang sendi yang dimediasi autoimun yang dimediasi. penyakit ginjal kronis, penyakit radang sendi, sakit punggung, impotensi, spektrum alkohol feta, Gangguan Dysthymic, Eksim, kanker kulit, TBC, Sindrom Kelelahan Kronis, sembelit, penyakit radang usus, kanker tulang, kanker paru-paru, sariawan, kanker mulut, tubuh nyeri, demam, hepatitis ABC, sifilis, diare, Penyakit Huntington, jerawat punggung, gagal ginjal kronis, penyakit addison, Penyakit Kronis, Penyakit Crohn, Cystic Fibrosis, Fibromyalgia, Penyakit Radang Usus Besar, penyakit kuku jamur, Penyakit Kelumpuhan, penyakit Celia, Limfoma , Depresi Besar, Melanoma Maligna, Mania, Melorheostosis, Penyakit Meniere, Mucopolysaccharidosis, Multiple Sclerosis, Distrofi Otot, Rheumatoid Arthritis, Penyakit Alzheimer email- drimolaherbalmademedicine@gmail.com / hubungi atau {whatssapp ..... 2347081986098}}

    ReplyDelete