BAB
1 PENDAHULUAN
1.1. Latar
Belakang
Prevalensi
PMS ( Penyakit Menular Seksual ) di negara sedang berkembang jauh lebih tinggi
dibandingkan dengan di negara maju. Pada perempuan hamil di negara berkembang,
angka kejadian gonoroe 10-15 kali lebih tinggi dibandingkan dengan angka
kejadiannya pada perempuan hamil di negara industri. Prevalansi sifilis pada
perempuan di negara-negara maju hanya sebesar 0,03-0,3%, tetapi di negara
Afrika Sub-Sahara, sebagian besar Amerika Latin, dan Fiji, sifilis didapatkan pada
3-22% perempuan hamil. Gonoroe hanya ditemukan sebanyak kurang dari 1% di Eropa
Barat dan beberapa bagian Amerika Utara, tetapi terdapat sebesar 4-20% di
Afrika Sub-Sahara dan Thailand.
Di
Indonesia sendiri angka kejadian PMS pada perempuan hamil sangat terbatas. Pada
perempuan hamil pengunjung Puskesmas Merak 1994 sebanyak 58% menderita PMS.
Sebanyak 29,5% adalah infeksi genital nonspesifik, kemudian 10,2% vaginosis
bakterial, kandidosis vagialis 9,1%, gonoroe sebanyak 3,4%, trikomoniasis 1,1%,
dan gonoroe sebanyak 1,1%. Penelitian di Surabaya menemukan 19,2% dari 599
perempuan hamil yang diperiksa menderita paling tidak 1 jenis PMS, yaitu
infeksi virus herpes simpleks tipe 2 sebanyak 9,9%, infeksi klamidia sebanyak
8,2%, trikomoniasis 4,8%, gonoroe 0,8%, dan sifilis 0,7%, penelitian di
Jakarta, Batam, dan Tanjung Pinang pada pengunjung perempuan hamil di beberapa
rumah bersalin ditemukan infeksi klamidia, trikomoniasis, vaginosis bakterial,
gonoroe, sifilis, dan HIV.
Perempuan
memiliki resiko tinggi terhadap penyakit yang berkaitan dengan kehamilan dan
persalinan, juga terhadap penyakit kronik dan infeksi. Selama masa kehamilan,
perempuan mengalami berbagai perubahan, yang secara alamiah sebenarnya
diperlukan untuk kelangsungan hidup janin dalam kandungannya. Namun, ternyata
bebagai perubahan tersebut dapat mengubah kerentanan dan juga mempermudah
terjadinya infeksi selama kehamilan.
1.2. Tujuan
Penulisan
1. Untuk
mengetahui pengertian penyakit menular seksual
2. Untuk
mengetahui tanda dan gejala penyakit menular seksual
3. Untuk
mengetahui dampak penyakit menular seksual pada ibu hamil
4. Untuk
mengetahui jenis-jenis penyakit menular seksual
5. Untuk
mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan penyakit menular seksual
6. Untuk
mengetahui pencegahan penyakit menular seksual
7. Untuk
mengetahui penatalaksanaan penyakit menular seksual
2.1.
BAB 2 PEMBAHASAN
2.1. Pengertian
Penyakit Menular Seksual
Penyakit
menular seksual adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi oleh bakteri,
virus, parasit, atau jamur yang penularannya terutama melalui hubungan seksual
dari seseorang yang terinfeksi kepada mitra seksualnya. Penyakit menular
seksual akan lebih beresiko bila melakukan hubungan seksual dengan
berganti-ganti pasangan baik melalui vagina, oral maupun anal. Penyakit menular
seksual merupakan salah satu penyebab infeksi saluran reproduksi ( ISR ),
tetapi tidak semua PMS menyebabkan ISR dan tidak semua ISR disebabkan oleh PMS.
2.2. Tanda
dan Gejala Penyakit Menular Seksual
Banyak
penderita PMS tidak menyadari bahwa dirinya mengidap PMS oleh karena seringkali
penyakit ini tidak menunjukkan gejala. Tanda dan gejala yang sering terjadi :
1. Rasa
sakit atau nyeri saat kencing atau berhubungan seksual
2. Rasa
nyeri pada perut bagian bawah
3. Pengeluaran
lendir pada vagina/alat kelamin
4. Keputihan
berwarna putih susu, bergumpal dan disertai rasa gatal dan kemerahan pada alat
kelamin atau sekitarnya
5. Keputihan
yang berbusa, kehijauan, berbau busuk, dan gatal
6. Timbul
bercak-bercak darah setelah berhubungan seks
7. Bintil-bintil
berisi cairan, lecet atau borok pada alat kelamin
2.3. Dampak
PMS pada Ibu Hamil
Penyakit
menular seksual menyebabkan infeksi saluran reproduksi yang harus dianggap
serius. Bila tidak diobati secara tepat, infeksi dapat menjalar dan menyebabkan
penderitaan, sakit berkepanjangan, kemandulan dan kematian. Dampak PMS pada
kehamilan bergantung pada organisme penyebab, lamanya infeksi, dan usia
kehamilan pada saat perempuan terinfeksi. Hasil konsepsi yang tidak sehat
seringkali terjadi akibat PMS, misalnya kematian janin ( abortus spontan atau
lahir mati ), bayi berat lahir rendah ( akibat prematuritas atau retardasi
pertumbuhan janin dalam rahim ), dan infeksi kongenital atau perinatal ( kebutaan,
pneumonia neonatus, dan retardasi mental ).
Kematian janin baik dalam bentuk baik dalam bentuk abortus
spontan maupun lahir mati, dapat ditemukan pada 20-25% perempuan hamil yang
menderita sifilis dini, 7-54% perempuan hamil dengan herpes genital primer, dan
pada 4-10% pada perempuan hamil yang tidak menderita penyakit menular seksual.
Bayi berat lahir rendah ( BBLR ) dapat dijumpai pada 10-25% perempuan hamil
dengan vaginosis bakterial, 11-15% pada perempuan dengan trikomoniasis, 30-35%
herpes genital primer, 15-20% sifilis dini, dan 2-12% pada perempuan hamil
tanpa penyakit menular seksual. Infeksi kongenital atau perinatal dapat
ditemukan pada bayi yang dilahirkan oleh 40-70% perempuan hamil dengan infeksi
klamidia, 30-68% perempuan hamil dengan gonoroe, 40-70% perempuan hamil dengan
sifilis dini, 30-50% perempuan hamil dengan herpes genital primer, dan tidak
ditemukan pada perempuan hamil tanpa penyakit menular seksual.
Resiko transmisi dari ibu yang hamil menderita gonore kepada
janin/neonatus diperkirakan sebesar 30%. Pada infeksi klamidia, resiko
terjadinya konjungtivitis neonatus sebesar 25-50%, sedangkan untuk terjadinya
pneumonia sebesar 5-15%. Ibu ha,il yang menderita sifilis memiliki resiko
transmisi sebesar 100% pada sifilis dini, 23% pada sifilis lanjut, dan secara
keseluruhan 40-70%. Pada herpes genital, resiko transmisi dari ibu hamil kepada
janinnya lebih tinggi pada saat terjadinya infeksi primer yaitu 30-50%,
dibandingkan pada keadaan rekuren ( hanya 0,4- 8% ).
2.4. Jenis
Penyakit Menular Seksual
1.
Sifilis
a.
Pengertian Sifilis
Sifilis
merupakan penyakit infeksi sistemik disebabkan oleh Treponema pallidum yang dapat mengenai seluruh organ tubuh, mulai
dari kulit, mukosa, jantung hingga susunan saraf pusat, dan juga dapat tanpa
menifestasi lesi di tubuh. Infeksi terbagi atas beberapa fase yaitu, sifilis
primer, sifilis sekunder, sifilis laten dini dan lanjut, serta neorosifilis (
sifilis tersier). Sifilis umumnya ditularkan lewat kontak seksual, namun juga
dapat secara vertikal pada masa kehamilan.
b.
Tanda dan Gejala
Masa
tanpa gejala berlangsung 3-4 minggu, kadang-kadang sampai 13 minggu kemudian
timbul benjolan di sekitar alat kelamin. Kadang-kadang di sertai pusing-pusing
dan nyeri tulang seperti flu yang akan hilang sendri tanpa diobati. Ada bercak
kemerahan pada tubuh sekitar 6-12 minggu setelah hubungan seks. Gejala ini akan
hilang sendirinya dan sering kali penderita tidak memperhatikan hal ini.
Selama
2-3 tahun pertama penyakit ini tidak menunjukkna gejala apa-apa atau disebut
masa laten. Setelah 5-10 tahun penyakit sifilis akan menyerang susunan saraf
otak, pembuluh darah dan jantung. Pada perempuan hamil sifilis dapat ditular
pada bayi yang dikandungnya dan bisa lahir kerusakan kulit, limfa dan keterbelakangan
mental.
c.
Fase-fase
Fase Primer
Lesi
primer sifilis berupa tukak yang biasanya timbul di daerah genital eksterna
dalam waktu 3 minggu setelah kontak. Pada perempuan kelainan sering ditemukan
di labia mayor, labia minor, fourcbette,
atau servik. Gambaran klinik dapat khas, akan tetapi dapat juga tidak khas.
Lesi awal berupa papul berindurasi yang tidak nyeri, kemudian permukaannya
mengalami nekrosis dan ulserasi dengan tepi yang meninggi, teraba keras, dan
terbatas tegas. Jumlah ulserasi biasanya hanya satu, namun dapat juga mutipel.
Fase
Sekunder
Lesi
sekunder ditandai dengan malaise, demam, nyeri kepala, limfadenopati
generalisata, ruam generalisata dengan lesi di palmar, plantar, mukosa oral
atau genital, kondilomalata di daerah intertrigenosa, dan pustul dan alopesia.
Lesi kulit biasanya simetris, dapat berupa makula, papula, papuloskuamosa, dan
pustul yang jarang disertai keluhan gatal. T.
Pallidum banyak ditemukan pada lesi di selaput lendir atau lesi yang basah
seperti kondilomalata
Fase
Laten
Merupakan
fase sifilis tanpa gejala klinik dan hanya pemeriksaan serologik yang reaktif.
Hal ini mengindikasikan organisme ini masih tetap ada dalam tubuh, dan dalam
perjalanannya fase ini dapat berlangsung selama bertahun-tahun, bahkan seumur
hidup. Kurang lebih 2/3 pasien sifilis laten yang tidak diobati akan tetap
dalam fase ini selama hidupnya.
Fase
Tersier
Sifilis
tersier terjadi pada 1/3 pasien yang tidak diobati. Fase ini dapat terjadi
sejak beberapa bulan hingga beberapa tahun setelah fase laten di mulai. T. Pallidium menginvasi dan menimbulkan
kerusakan pada sistem saraf pusat, sistem kardiovaskular, mata, kulit, serta
organ lain. Pada sistem kardiovaskular dapat terjadi aneorisma aorta dan
endokarditis. Gumma timbul akibat reaksi hipersensitivitas tipe lambat terhadap
antigen T. Pallidium, lesi tersebut
bersifat destruktif dan biasanya muncul di kulit, tulang atau organ dalam.
d.
Pengobatan
Alternatif
pengobatan bagi yang alergi terhadap penisilin dan tidak hamil dapat di beri
doksisiklin per oral 2x100mg/hari selama 30 hari, atau tetrasiklin peroral
4x500 mg/hari selama 30 hari. Alternatif pengobatan bagi yang alergi terhadap
penisilin dan dalam keadaan hamil, sebaiknya tetap diberi penisilin dengan cara
desensitisasi. Bila tidak memungkinkan, pemberian eritromisin peroral 4x500 mg/hari
selama 30 hari dapat dipertimbangkan. Untuk semua bayi yang baru lahir dari ibu
yang seropositif agar diberi pengobatan dengan benzatin penisilin 50.000 IU per
kg berat badan, dosis tunggal IM. Untuk memonitor hasil pengobatan dilakukan
pemeriksaan serologi non treponemal 1 bulan, 3 bulan, 6 bulan, 1 tahun dan 2
tahun setelah pengobatan selesai.
2.
Gonoroe
a.
Pengertian
Gonoroe
adalah infeksi yang disebabkan oleh Neisseria
gonorrhoeae. N. Gonorhoeae
dibawah microskop cahaya tampak sebagai diplokokus berbentuk biji kopi dengan lembar
0,8µm dan bersifat tahan asam. Kuman ini bersifat gram negatif, tampak di luar
dan di dalam leukosit polimorfnuklear, tidak dapat bertahan lama di udara
bebas, cepat mati pada keadaan kering, tidak tahan pada suhu di atas 39°c, dan
tidak tahan zat desinfektan. Gonoroe atau kencing nanah adalah penyakit
tersering yang ditemui dalam dunia kedokteran. Ia mempunyai banyak nama yang
digunakan oleh orang awam seperti kencing nanah.
b.
Tanda dan Gejala
Gejala
awal dapat timbul dalam waktu 7-21 hari setelah infeksi. Pada wanita biasanya
tidak menunjukkan gejala selama beberapa minggu atau bulan, dan diketahui
menderita penyakit ini ketika pasangan seksualnya tertular. Jika timbul gejala,
biasanya bersifat lebih ringan, namun demikian beberapa penderita menunjukkan
gejala yang berat, seperti desakan untuk berkemih, nyeri ketika buang air
kecil, keluarnya cairan putih dari vagina dan perjalanan ini bisa mencapai
leher rahim, rahim, saluran telur, indung telur, uretra atau saluran kencing
bawah, dan rektum yang menyebabkan nyeri panggul dalam atau nyeri ketika
melakukan hubungan seksual.
Pada
wanita dan pria homoseksual yang melakukan hubungan seksual melalui dubur bisa
menderita gonoroe pada usus bagian bawah. Melakukan oral seks dengan seorang
penderita gonoroe juga dapat menyebabkan tertuklarnya gonoroe pada tenggorokan
(faringitis gonocokal), yang terkadang tidak menunjukkan gejala dan kadang
gejalanya mirip seperti radang tenggorokkan yang menyebabkan gangguan menelan.
Gonoroe juga dapat menular ke mata jika cairan yang terinfeksi mengenai mata
yang biasanya disebut konjungtivitis gonoroe. Bayi yang baru lahir dapat
tertular gonoroe dari ibunya yang terjadi selama proses persalinan yang dapat
menyebabkan pembengkakan kelopak matanya dan dari matanya mengeluarkan nanah.
c.
Pengobatan
Secara
epidemologis pengobatan yang dianjurkan untuk infeksi gonoroe tanpa komplikasi
adalah pengobatan dosis tunggal. Pilihan terapi yang direkomendasi oleh CDC
adalah cefixime 400 mg per oral, ceftriaxone 250 mg IM, siprofloksasin 500 mg
per oral, ofloksasin 400 mg per oral, levofloksasin 250 mg per oral, atau
spektinomisin 2 g dosis tunggal IM.
Infeksi
gonoroe selama kehamilan telah diasosiasikan dengan pelvic inflammatory desease
(PID). Infeksi ini sering ditemukan pada TM 1 sebelum korion berfusi dengan
desidua dan mengisi kavum uteri. Pada tahap lanjut, Neisseria gonoroe diasosiasikan dengan ruptur membran yang
prematur, kelahiran prematur, korioamnionitis, dan infeksi pascapersalinan.
Konjungtivitis gonocokal manifestasi tersering dari infeksi perinatal, umunya
ditransmisikan selama proses persalinan. Jika tidak diterapi, kondisi ini dapat
mengarah pada perforasi kornea dan panoftalmitis. Infeksi neonatal lainnya yang
lebih jarang termasuk meningitis sepsis diseminata dengan artritis, serta
infeksi genital dan rektal.
Oleh
karena itu, untuk perempuan hamil dengan resiko tinggi dianjurkan untuk
dilakuka skrinning terhadap infeksi gonoroe pada saat datang untuk pertama kali
antenatal dan juga pada TM 3 kehamilan. Dosis dan obat-obatan yang diberikan
tidak berbeda dengan keadaan tidak hamil. Akan tetapi, perlu diingatkan
pemberian golongan koinolon pada perempuan hamil tidak dianjurkan. Bila terjadi
konjungtivitis gonoroe pada neonatus, pengobatan yang dianjurkan adalah
pemberian ceftriaxone 50-100 mg per kg berat badan IM, dosis tunggal dengan
dosis maksimum 125 mg.
3.
HIV/AIDS
a.
Pengertian
Acquired immunodeficiency syndrome
(AIDS) adalah sindroma dengan gejala penyakit infeksi oportunistik atau kanker
tertentu akibat menurunnya sistem kekbalan tubuh oleh infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV).Virus
masuk kedalam tubuh manusia melalui perantara darah, semen, dan sekeret vagina,
hubungasn seks penetrasi tanpa menggunakan kondom, lewat air susu ibu yang HIV
positif dan melahirkan lewat vagina .Sebagian besar (75%) penularan terjadi
melalui hubungan seksual. HIV awalnya dikenal dengan nama Lymphadenopathy Associated Virus (LAV) merupakan golongan retrovirus
dengan materi genetik Rebonucleid acid
(RNA)yang dapat diubah menjadi deoxyribonucleic
acid (DNA) untuk diintregasikan kedalam sel pejamu dan di program membentuk
gen virus. Virus ini sering menyerang sel jenis tertentu, yaitu sel-sel yang
mempunyai antigen permukaan CD4, terutama lymfosyte T yang memegang peranan
penting dalam mengatur dan mempertahankan sistem kekebalan tubuh.
b.
Perjalanan penyakit
Infeksi
HIV memberikan gambaran klinik yang tidak spesifik dengan spektrum yang lebar,
mulai dari infeksi tanpa gejala (asimptomatik) pada stadium awal sampai pada
gejala-gejala yang berat pada stadium yang lebih lanjut. Setelah diawali dengan
infeksi replikasi virus secara lambat. Kemudian setelah terjadi penurunan
sistem imun yang berat, maka terjadi beragai infeksi oportunistik dan dapat
dikatakan pasien telah masuk pada keadaan AIDS. Perjalanan penyakit lambat dan
gejala-gejala AIDS rata-rata baru timbul 10 tahun setelah infeksi pertama,
bahkan bisa lebih lam lagi.
Transmisi vertikal
vertikal merupakn penyebab tersering infeksi HIV pada bayi dan anak-anak.
Transmisi HIV dari ibu kepada janin dapat terjadi intra uterin (5-10 %), saat
persalian (10-20%), dan pasca persalinan (5-20%). Kelainan yang dapat terjadi
pada janin adalah berat badan lahir rendah, bayi lahir mati, partus preterm dan
abortus spontan.
Tingkat infeksi HIV
pada wanita hamil di negara-negara ASIA di perkirakan belum melebihi 3-4%,
tetapi epideminya berpotensi untuk menjadi lebih besar. Penelitian preverensi
HIV pada ibu hamil di daerah miskin di Jakarta pada tahun 1999 sampai 2001
mendaptakan angka prevalensi sebesar 2, 86%.
Antibody
virus mulai dapat dideteksi kira-kira 3-6 bulan setelah infeksi. Pemeriksaan
konfirmasi menggunakan Western Blot (WB) cukup mahal sebagai penggantinya dapat
dengan melakukan 3 pemeriksaan ELISA sebagai tes penyaring memakai reagen dan
teknik berbeda.
Telah banyak bukti
menunjukkan bahwa keberadaan IMS meningkatkan kemudahan seseorang terkena HIV, sehingga
IMS dianggap sebagai penyebab HIV. Oleh karena itu, upaya pengaendalian infeksi HIV dapat
dilaksanakan dengan melakukan pengendalian IMS.
c.
Penatalaksanaan
Pentalaksanaan yang
sering digunakan dengan istilah ABCD
A = Abstinen ( jauhilah
hubungan seks, jangan berganti-ganti pasangan )
B = Be faihtful (bersikap
saling setia dengan pasangannya )
C = Condom use ( cegah
dengan menggunakan kondom )
D = Drugs ( hindari
pemakaian jarum suntik secara berulang ulang )
-
Memberikan pendampingan secara terus
menerus
-
Memberikan penyadaran mengenai
pentingnya pemeriksaan HIV/ AIDS, serta mendamping proses pemeriksaan baik pra
maupun pasca pemeriksaan, termasuk pada saat konseling sehingga ketika
dinyatakan terkena HIV, mereka dapat dengan mudah menerima kenyataan tersebut.
-
Memberikan penyuluhan pola makan yang
tepat. Daya tahan tubuh pengidap HIV harus tetap dijaga, antara lain dengan
melalui pemenuhan gizi.
2.5. Faktor-faktor
yang Menyebabkan PMS
Faktor dominan yang
ikut menemukan besarnya frekuensi dan distribusi PMS dalam suatu masyarakat,
antara lain :
1.
Penyebab penyakit (agen)
PMS sangat bervariasi
dapat berupa virus, parasit, bakteri, protozoa.
2.
Tuan (host)
Beberapa faktor yang
terdapat pada host yang berperan pada perbedaan insiden penyakit menular adalah
:
a. Umur
Umur
berapa yang sangat yang ikut mempengaruhi insiden PMS, dengan cara penularan
PMS yaitu melalui kontak seksual maka golongan umur dengan insiden meningkat
adalah golongan umur dengan kegiatan seksual aktif
b. Sex
/ jenis kelamin
Angka
kesakitan kelompok umur tertentu pada penderita PMS pria adalah lebih tinggi
dibandingkan dengan wanita, namun tingkat kegawatan penderita PMS adalah lebih
serius dibangdingkan dengan laki-laki, faktor yang mempengaruhi antara lain :
1. Perbedaan
seks dengan perbedaan susunan anatomi organ tubuh tertentu. Manifestasi gejala
klinis PMS pada laki-laki adalah lebih jelas sehingga memberikan kesempatan
lebih banyak menggunakan fasilitas ksehatan.
2. Diagnosa
penderita PMS pada laki-laki lebih mudah sehingga lebihn banyak penderita
laki-laki yang ditimbulkan.
c. Pilihan
dalam hubungan seks
Data
yang ada di negara maju angka PMS pada pria homoseksual adalah lebih tinggi
bila dibandingkan dengan heteroseksual.
d. Lama
bekerja sebagai pekerja seksual komersial
Pekerjaan
seseorang sering merupakan ikatan erat dengan kemungkinan terjadinya PMS. Pada
beberapa orang yang bekerja dengan kondisi tertentu dengan lingkungan yang
memberikan peluang terjadinya kontak seksual akan meningkatkan akibat penderita
PMS. Orang tersebut termasuk dalam kelompok resiko tinggi terkena PMS.
e. Status
perkawinan
Insiden
PMS lebih tinggi pada orang yang belum kawin, bercerai, atau orang yang
terpisah dari keluarganya bila dibandingkan dengan orang yang sudah kawin
karena pemenuhan kebutuhan seksualnya terpenuhi.
3.
Faktor kebudayaan
a. Pelanggaran
nilai moral dan agama yang menyebabkan orang lebih bebas berbuat sesuatu
termasuk hubungan seksual diluar nikah.
b. Melanggarinya
ikatan keluarga termasuk pengawasan orang tua menyebabkan hubungan seksual
diluar nikah.
c. Anggapan
bahwa pria lebih promiskuitas
(hubungan seksual antara sejumlah laki-laki dengan sejumlah perempuan)
meyebabkan adanya prostitusi.
d. Meningkatakan
rangsangan seksual melalui majalah atau film biru, dan lain-lain.
4.
Faktor medik
a. Adanya
kekebalan kuman penyakit menular seksual. Kekebalan karena penderita membeli
obat dan minum obat sendiri dengan dosis obat yang tidak tetap atau adekuat.
b. Diagnosis
penyakit kadang susah. Disebabkan karena adanya penyakit menular seksual yang
tersembunyi (karier) kebanyakan wanita penderita penyakit menular seksual tidak
menunjukan gejala sehingga tanpa disadari mereka sesungguhnya merupakan sumber
penularan penyakit menular seksual yang tersembunyi.
c. Walaupun
penderita penyakit menular telah diobati dan sembuh tetapi bila mitra
seksualnya sudah ketularan dan tidak diobati maka akan tetap menjadi sumber
penularan.
d. Adanya
wanita tuna susila yang diluar jangkauan pengobatan dan pengawasan medik. Misalnya
: wanita tuna susila liar, terselubung dan lain-lain.
2.6. Pencegahan
Penyakit Menular Seksual
Suatu
sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan (overt behavior). Untuk terwujudnya sikap menjadi suatu perbuatan
nyata diperlukan faktor pendukung atau kondisi yang memungkinkan, antara lain :
fasilitas pelayanan kesehatan yang mudah dijangkau, faktor dukungan (support)
dari pihak lain misalnya tokoh masyarakat, petugas kesehatan sangat penting
untuk mendukung praktek pencegahan penyakit menular seksual. Praktek pencegahan
penyakit menular seksual antara lain:
1.
Pencegahan primer, meliputi :
a. Tidak
melakukan hubungan seksual baik vagina, anal dan oral dengan orang yang
terinfeksi adalah cara yang 100% efektif untuk pencegahan.
b. Selalu
menggunakan kondom untuk mencegah penularan penyakit menular seksual.
c. Selalu
menjaga kebersihan alat kelamin.
d. Segera
memeriksakan diri serta melakukan konseling ke dokter atau petugas kesehatan
apabila mengalami tanda dan gejala penyakit seksual, meliputi: rasa sakit atau
nyeri pada saat kencing atau berhubungan seksual, rasa nyeri pada perut bagian
bawah, pengeluaran lendir pada vagina/alat kelamin atau sekitarnya, keputihan
yang berbusa, kehijauan, berbau busuk, dan gatal, timbul bercak-bercak darah
setelah hubungan seks, bintil-bintil barisi carian, lecet atau borok pada alat
kelamin.
2.
Pencegahan sekunder, meliputi :
a. Adanya
siraman rohani yang dilakukan dilokalisasi.
b. Peningkatan
pengetahuan tentang penyakit menular seksual melalui penyuluhan dari dinas
kesehatan.
3.
Pencegahan tersier, meliputi :
a. Adanya
peraturan dari pemerintah tentang larangan prostitusi.
b. Adanya
usaha rehabilitas dengan pelatihan keterampilan pada wanita pekerja seksual
yang meninggalkan pekerjaan sebagai pekerja seksual.
2.7. Penatalaksanaan
Penyakit Menular Seksual
Diagnosis
dan manajemen PMS pada kehamilan dapat menurunkan morbiditas dan mortalitas
maternal maupun janin. Sebagian besar PMS berifat asimptomatik atau muncul
dengan gejala yang tidak spesifik. Tanpa adanya tingkat kewaspadaan yang tinggi
dan ambang batas tes yang rendah, sejumlah besar kasus PMS dapat terlewatkan,
yang pada akhirnya mengarah pada hasil perinatal yang tidak diinginkan. Oleh
karena itu, lewat riwayat PMS yang lengkap dan melakukan pemeriksaaan skrinning
yang sesuai pada pasien yang sedang hamil pada saat pemeriksaan pranatal yang
pertama adalah penting. Penatalaksanaan PMS pada perempuan hamil dan
pascapersalinan dapat berbeda dari tatalaksana untuk perempuan tidak hamil.
Selain itu, pertimbangan khusus berkaitan dengan potensi penularan untuk
beberapa PMS viral perlu dipertimbangkan dalam menentukan keamanan dari
pemberian air susu ibu (ASI).
BAB
3 PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Seringkali
penularan PMS pada janin terjadi saat persalinan, saat melalui jalan lahir yang
terinfeksi. Namun, sejumlah infeksi juga dapat terjadi secara transplasenta dan
menyebabkan infeksi janin intrauterin.
Hal yang penting untuk
memastikan bahwa wanita hamil bebas dari PMS yaitu pada kunjungan antenatal
pertama harus dilakukan skrining untuk beberapa jenis PMS, termasuk sifilis,
gonoroe, dan HIV/AIDS. Beberapa jenis PMS dapat disembuhkan dengan obat, namun
tidak semua jenis PMS dapat diobati dengan obat. Bila jenis PMS yang diderita
termasuk jenis yang sulit disembuhkan maka harus diambil langkah terbaik untuk
melindungi janin yang dikandung.
3.2. Saran
Sebagai seorang
tenaga kesehatan, kita harus tanggap terhadap gejala-gejala maupun
keluhan-keluhan dari pasien sehingga kita dapat mengambil langkah yang tepat
dalam mendiagnosa suatu penyakit dan memberikan terapi pengobatan yang adekuat
terhadap penyakit yang diderita pasien.
Obat herbal Dr. imoloa yang hebat adalah obat penyembuhan yang sempurna untuk Virus HIV, saya mendiagnosis HIV selama 8 tahun, dan setiap hari saya selalu mencari penelitian untuk mencari cara sempurna untuk menghilangkan penyakit mengerikan ini karena saya selalu tahu bahwa apa yang kita butuhkan karena kesehatan kita ada di bumi. Jadi, pada pencarian saya di internet saya melihat beberapa kesaksian berbeda tentang bagaimana Dr. imoloa dapat menyembuhkan HIV dengan obat herbal yang kuat. Saya memutuskan untuk menghubungi pria ini, saya menghubunginya untuk obat herbal yang saya terima melalui layanan kurir DHL. Dan dia membimbing saya bagaimana caranya. Saya memintanya untuk solusi minum obat herbal selama dua minggu. dan kemudian dia menginstruksikan saya untuk pergi memeriksa yang saya lakukan. lihatlah aku (HIV NEGATIF). Terima kasih Tuhan untuk dr imoloa telah menggunakan obat herbal yang kuat untuk menyembuhkanku. ia juga memiliki obat untuk penyakit seperti: penyakit parkison, kanker vagina, epilepsi, Gangguan Kecemasan, Penyakit Autoimun, Nyeri Punggung, Keseleo, Gangguan Bipolar, Tumor Otak, Ganas, Bruxisme, Bulimia, Penyakit Disk Serviks, Penyakit Kardiovaskular, Penyakit Kardiovaskular, Neoplasma, kronis penyakit pernapasan, gangguan mental dan perilaku, Cystic Fibrosis, Hipertensi, Diabetes, asma, radang sendi yang dimediasi autoimun yang dimediasi. penyakit ginjal kronis, penyakit radang sendi, sakit punggung, impotensi, spektrum alkohol feta, Gangguan Dysthymic, Eksim, kanker kulit, TBC, Sindrom Kelelahan Kronis, sembelit, penyakit radang usus, kanker tulang, kanker paru-paru, sariawan, kanker mulut, tubuh nyeri, demam, hepatitis ABC, sifilis, diare, Penyakit Huntington, jerawat punggung, gagal ginjal kronis, penyakit addison, Penyakit Kronis, Penyakit Crohn, Cystic Fibrosis, Fibromyalgia, Penyakit Radang Usus Besar, penyakit kuku jamur, Penyakit Kelumpuhan, penyakit Celia, Limfoma , Depresi Besar, Melanoma Maligna, Mania, Melorheostosis, Penyakit Meniere, Mucopolysaccharidosis, Multiple Sclerosis, Distrofi Otot, Rheumatoid Arthritis, Penyakit Alzheimer email- drimolaherbalmademedicine@gmail.com / hubungi atau {whatssapp ..... 2347081986098}}
ReplyDelete